Sunday, October 12, 2014

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang: Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Kegiatan Penambangan Galian Golongan C, Jenis Lepas Di Dataran


Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang: Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C, Jenis Lepas Di Dataran.
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Menimbang: a. bahwa untuk melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap usaha atau kegiatan penambangan;

b. bahwa usaha atau kegiatan penambangan bahan galian golongan C merupakan salah satu kegiatan yang mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup;

c. bahwa dari
berbagai usaha atau kegiatan penambangan bahan galian golongan C yang perlu diprioritaskan pengendaliannya adalah kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis
lepas di daratan

d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan
Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan;

Mengingat :
1.Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 831);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor  38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501)

6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor  2816);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan- bahan Galian (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan  Lembaran Negara Nomor 4147);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pertambangan Kepada Pemerintah Daerah Tingkat I (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3340);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah Dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3487);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528);

12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1993 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Serta Susunan Organisasi Stat Menteri Negara;

13. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;

14. Keputusan Menteri Da Negeri Nomor 98 Tahun 1996 tentang Pedoman Pembentukan, Orgariisasi dan Tata Kerja

BAPEDALDA; MEMUTUSKAN: Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA ATAU KEGIATAN  PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C JENIS LEPAS DI DATARAN

Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.     Dataran adalah suatu wilayah dengan lereng yang relatif homogen dan datar dengan kemiringan lereng maksimum 8% yang dapat berupa dataran aluvial, dataran banjir, dasar lembah yang luas, dataran di antara perbukitan, ataupun dataran tinggi;

2. Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas adalah bahan galian golongan C yang berupa tanah urug, pasir, sirtu, tras dan batu apung;

3. Lingkungan Penambangan adalah area penambangan yang diizinkan dalam Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD);

4. Kerusakan Lingkungan Penambangan adalah berubahnya karakteristik lingkungan penambangan sehingga tidak dapat bertungsi sesuai dengan peruntukannya;

5. Kriteria Kerusakan Lingkungan Penambangan adalah batas kondisi lingkungan penambangan yang menunjukkan indicator - indikator terjadinya kerusakan lingkungan;

6. Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup;

7. BAPEDAL adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;

8. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota dan Gubernur Kepala Daerah Istimewa.

Pasal 2
Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis lepas di dataran wajib untuk melaksanakan persyaratan persyaratan yang telah ditetapkan baginya.

Pasal 3(1) Kriteria kerusakan lingkungan bagi kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis lepas di dataran sebagaimana tersebut dalam Lampiran

I Keputusan ini ditetapkan sesuai dengan peruntukan:
a. Pemukiman dan daerah industri;
b. Tanaman tahunan;
c. Tanaman pangan lahan basah;
d. Tanaman pangan lahan kering/peternakan;

(2) Penjelasan teknis dan tata cara pengukuran kriteria kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) seperti tersebut dalam Lampiran

II Keputusan ini.
Pasal 4 (1) Peruntukan lahan paska penambangan ditetapkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
(RTRWK).

(2) Apabila peruntukan lahan paska penambangan belum ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka Gubernur/Bupati/ walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dapat menetapkannya di dalam Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD).

(3) Apabila tidak ditetapkan di dalam Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD), peruntukan ditetapkan berdasarkan peruntukan sebelum dilakukanpenambangan.

Pasal 5 (1) Menteri menetapkan kriteria kerusakan lingkungan bagi kegiatan penambangan bahan galian golongan C untuk jenis galian lain di luar bahan galian golongan C seperti tersebut dalam Pasal 1 butir 2 dan peruntukan Pasal 3 Keputusan ini.

(2) Apabila kriteria kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ditetapkan
.
Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dapat menetapkan kriteria kerusakan lingkungan setelah berkonsultasi dengan Menteri dan Menteri Dalam Negeri.

(3) Menteri memberikan petunjuk penetapan kriteria kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berdasarkan pertimbangan Kepala Bapedal.

Pasal 6
Pembinaan bagi kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis lepas di dataran:
a. Umum dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.
b. Teknis penambangan dilakukan oleh Menteri Pertambangan dan Energi.
c. Teknis pengendalian kerusakan lingkungan dilakukan oleh Bapedal.

Pasal 7
Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam proses Pemberian Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD), selain berpedoman kepada peraturan yang selama ini berlaku, wajib mencantumkan kriteria kerusakan lingkungan yang tidak boleh dilanggar oleh penanggung jawab
usaha atau kegiatan dalam Surat Izin Penambangan Daerahnya (SIPDnya)

Pasal 8
Bagikegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis Lepas, Di dataran yang wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), apabila hasil studi mewajibkan persyaratan pengendalian kerusakanlingkungan lebih ketat dan kriteria kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, maka persyaratan yang lebih ketatberlaku baginya.

Pasal 9
Penanggung jawab usaha atau kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis Lepas di dataran wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada:

a. Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
b. Kepala BAPEDAL;
c. Menteri;
d. Menteri Dalam Negeri Cq. Ditjen Bangda;
e. Menteri Pertambangan dan Energi Cq. Direktorat Teknik Pertambangan

Umum;
f. Instansi terkait lain yang dipandang perlu.

Pasal 10 Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, BAPEDAL dan instarisi teknis melakukan pemantauan terhadap usaha atau kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis lepas didataran.

Pasal 11Apabila hasil pemantauan dimaksud dalam ayat (1), menunjukkan telah  terjadi kerusakan lingkungan maka Gubernun/ Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II segera menetapkan
langkah kebijaksanaan setelah mendapat pertimbangan dari Bapedal dan instansi teknis.

Pasal 12 (1) Bagi kegiatan penambangan bahan galian golongan C jenis lepas di dataran:
a. Yang sedang berlangsung atau yang masa penambangannya telah berakhir, wajib dilakukan evaluasi oleh Gubernur/ Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II berdasarkan kriteria
kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini.

b. Bagi kegiatan yang sedang dalam proses permohonan dan perpanjangan Surat Izin Penambangan Daerah SIPD) setelah ditetapkan Keputusan ini wajib disesuaikan dengan kriteria kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini.

(2) Berdasarkan basil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II menetapkan langkah pengendaliannya dengan memperhatikan pertimbangan dan Kepala Bapedal.

Pasal13 Keputusan inimulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Di tetapkan di
Jakarta
Pada tanggal: 25 Oktober 1996
Menteri Negara LingkunganHidup,
ttd,
Sarwono Kusumaatmadja
.
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NO. 43 TAHUN 1996 TANGGAL 25 OKTOBER 1996

Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran
LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 43 TAHUN 1996 TANGGAL 25 OKTOBER 1996

PENJELASAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGUKURAN KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN BAGI USAHA ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C JENIS LEPAS DI
DATARAN

1. TOPOGRAFI
Topografi adalah gambaran bentuk tiga dimensi dari permukaan bumi, yaitu : keadaanyang menggambarkan permukaan bumi terutama mengenai keadaan tinggi rendahnya, yang meliputi sungai, lembah, pegunungan, dataran, kota, jalan kereta api, bendungan dan lain-lainnya. Bentuk akhir Topografi lahan bekas penambangan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan/daya dukung lahan bekas penambangan bagi suatu peruntukan aspek-aspek Topografi yang dijadikan indikator daya dukung lahan bekas penambangan adalah :
1. Lubang galian
2. Dasar galian
3.Dinding galian1.

1. Lubang galian Lubang galian adalah lubang yang terbentuk akibat penambangan galian golongan C. Parameter lubang galian yang digunakan dalam penilaian kerusakan lahan bekas penambangan ini adalah :

a. Kedalaman Kedalaman lubang galian adalah jarak vertical dari permukaan lahan hingga ke dasar lubang galian .Permukaan disini adalah permukaan awal pada tepi lubang atau garis lurus yang menghubungkan tepi galian sebelum ada galian, sedangkan dasar galian adalah lubang galian yang terdalam. Pengukuran kedalaman lubang galiandilakukan dengan mengukur jarak dari permukaan awal dengan dasar lubang terdalam (lihat Gambar 1)

GAMBAR 1. KEDALAMAN LUBANG GALIAN
Pemantauan batas kedalaman lubang galian ini dapat dilakukan secara reguler sepanjang periode penambangan. Penentuan batas kedalaman galian yang ditolelir untuk setiap peruntukan lahan ditentukan oleh letak muka air tanah. Muka air tanah adalah batas lapisan tanah yang jenuh air  dengan lapisan tanah yang belum jenuh air. Letak lapisan ini bervariasi tergantung pada tempat dan keadaan musim.

Di daerah dataran rendah muka air tanah umumnya dangkal, sedangkan di daerah yang lebih tinggi
letak muka air tanah lebih dalam. Pada musim penghujan letak muka air tanah biasanya lebih dangkal dibandingkan dengan musim kemarau. Pengukuran letak muka air tanah dapat diketahui dengan
mengamati sumur gali dan sumur pemboran. Letak muka air tanah ditunjukkan oleh permukaan air sumur gali.

Cara pengukuran letak muka air tanah adalah dengan mengukur jarak permukaan air pada sumur gali
permukaan lahan (lihat Gambar 2)

GAMBAR 2. PENGUKURAN MUKA AIR TANAH DENGAN SUMBER GALIAN

Pengukuran untuk muka air tanah dari pemboran pada prinsipnya menyerupai pengukuran sumur galian (lihat Gambar 3)

GAMBAR 3. PENGUKURAN MUKA AIR TANAH DENGAN PEMBORAN
Batas kedalaman lubang galian selalu ditentukan olehletak muka air tanah karena adanya persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk kelayakan dan keberhasilan setiap peruntukan lahan yang telah ditetapkan.

Areal areal yang memenuhi persyaratan kelayakan bagi peruntukan pemukiman/industri adalah areal-areal yang bebas banjir dan masih dapat menyerap air sehingga permukaan tanahnya tetap kering. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kedalaman galian bagi areal seperti ini dibatasi minimum 1 m di atas muka air tanah pada musim penghujan.

Persyaratan lahan bagi peruntukan tanaman tahunan adalah areal yang berdrainase baik, minimum sebatas wilayah perakaran tanaman tahunan. Sehubungan dengan hal tersebut maka kedalaman galian bagi areal seperti ini dibatasi minimum mencapai letak permukaan
air tanah dimusim hujan

Dengan adanya pengembalian  tanah penutup ke permukaan lahan bekas tambang,  maka persyaratan minimal bagi perkembangan perakaran tanaman tersebut akan terpenuhi.Persyaratan lahan bagi peruntukan tanaman pangan lahan basah adalah areal berdrainase buruk tetapi sewaktu- waktu harus dapat dikeringkan.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kedalaman galian bagi areal seperti ini dibatasi minimum 10 cm di bawah permukaan air tanah dimusim hujan. Dengan adanya pengembalian tanah penutup ke permukaan lahan bekas tambang, maka persyaratan minimal bagi perkembangan perakaran tanaman tersebut akan terpenuhi.

Persyaratan lahan bagi peruntukan tanaman pangan lahan kering/ peternakan adalah areal berdrainase baik, minimum sebatas areal perakaran. Sehubungan dengan hal tersebut maka kedalaman galian bagi areal seperti ini dibatasi minimum mencapai letak permukaan air tanah dimusim hujan. Dengan adanya pengembalian tanah penutup ke permukaan lahan bekas tambang, maka persyaratan minimal bagi perkembangan perakaran tanaman tersebut akan terpenuhi.

b. Jarak: Yang dimaksud dengan jarak adalah jarak antara titik terluar lubang dengan titik terdekat dari batas SIPD. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengukur jarak kedua titik tersebut. Jarak lubang galian dari batas SIPD merupakan zona penyangga agar lahan di luar batas SIPD tidak terganggu oleh kegiatan penambangan. Dalam hal ini jarak minimal 5 m dari batas SIPD merupakan batas aman untuk bahan galian lepas sehingga kegiatan tersebut tidak mengganggu areal diluar SIPD.

Pemantauan untuk pengamatan jarak lahan galian dari batas SIPD ini dapat dilakukan secara reguler sepanjang periode penambangan.

Jika ada dua atau lebih SIPD yang berdampingan maka jarak lubang galian dimasing-masing SIPD dapat mencapai batas SIPD yang berdampingan/ bersinggungan, sedangkan jarak lubang galian pada
batas SIPD yang tidak berdampingan/bersinggungan minimal 5 (lima) meter dari batas SIPD (Gambar 4b).

GAMBAR 4a. JARAK GALIAN DENGAN BATAS LAHAN PENAMBANGAN

GAMBAR 4b. JARAK GALIAN DENGAN BATAS LAHAN PENAMBANGAN YANG BERSINGGUNGAN 1.2. Dasar Galian

Dasar galian adalah permukaan dasar lubang galian. Parameter Dasar galian ada 2(dua), yaitu :

a. Perbedaan Relief Dasar Galian Permukaan dasar lubang galian umumnya tidak pernah rata, karena selalu terdapat tumpukan atau onggokan material sisa galian. Perbedaan relief dasar galian adalah perbedaan ketinggian permukaan onggokan/tumpukan tersebut dengan permukaan dasar galian disekitarnya.

Pengukuran dilakukan dengan mengukur kedua permukaan tersebut (lihat Gambar 5)

GAMBAR 5. SKETSA RELIEF DASAR GALIAN
Pemantauan perbedaan relief dasar galian dapat dilakukan sepanjang periode penambangan, tetapi
penentuan perbedaan relief akhir dasar galian hanya dapat ditentukan pada akhir masa penambangan.
Adanya tumpukan tersebut akan menyulitkan pemanfaatan lahan, sesuai dengan peruntukannya, karena itu toleransi yang diberikan untuk perbedaan relief tersebut dibatasi maksimum 1 m.
Tumpukan yang kurang dari 1 m relatif mudah diratakan/ disiapkan sehingga tidak menyulitkan dalam
penyiapan untuk pemanfaatan lahan selanjutnya.

b. Kemiringan Dasar Galian Kemiringan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya dukung lahan bagi suatu peruntukan. Persyaratan kelayakan lahan untuk pemukiman/industri
adalah tidak lebih dari 8% sehingga untuk peruntukan tersebut kemir ingan dasar galian dibatasi maksimum 8%.Persyaratan kelayakan lahan untuk tanaman tahunan adalah tidak lebih dari 15% sehingga untuk peruntukan tersebut kemiringan dasar galian dibatasi maksimum 15%.

Persyaratan kelayakan lahan untuk lahan basah adalah tidak lebih dari 3% sehingga untuk peruntukan tersebut
kemiringan dasar galian dibatasi maksimum 3%.Persyaratan kelayakan lahan untuk lahan kering adalah
tidak lebih dari 8% sehingga untuk peruntukan tersebut kemiringan dasar galian dibatasi maksimum 8 %
.
Pengukuran kemiringan dasar galian dilakukan dengan menggunakan levelling atau waterpass.
Pemantauan kemiringan dasar galian dapat dilakukan sepanjang periode penambangan sesuai dengan rencana penambangannya, tetapi penentuan kemiringan akhir dasar galian hanya dapat ditentukan pada akhir masa penambangan.1.3. Dinding Galian

Dinding galian adalah pinggiran lubang secara menyeluruh dari permukaan sampai dasar lubang. Untuk menjaga stabilitas dinding galian, kemiringan lereng dinding galian secara umum dibatasi maksimum 50% dan harus dibuat berteras-teras. Setiap teras terdiri dari tebing teras dan dasar teras sebagai parameter yang diamati (lihat Gambar 6)


Tinggi tebing teras dibatasi, maksimum 3 meter sehingga batas toleransi bagi keamanan lingkungan disekitarnya. Sedangkan lebar dasar teras minimum 6 m untuk mempertahankan agar kemiringan dinding galian tidak lebih curam dari 50 %. Pemantauan tebing dan dasar teras dapat dilakukan sepanjang
periode penambangan sesuai dengan rencana penambangannya, tetapi penentuan kemiringan akhir dasar galian hanya dapat ditentukan pada akhir masa penambangan. Pengukuran tebing dan dasar teras dilakukan dengan menggunakan meteran.

GAMBAR 6. SKETSA RELIEF DINDING GALIAN YANG
DISYARATKAN UNTUK SEMUA PERUNTUKAN
2. TANAH
Tanah adalah bahan lunak hasil pelapukan batuan dan atau bahan organik, dan merupakan tempat tumbuhnya tumbuhan. Tanah yang dikembalikan sebagai penutup pada areal bekas penambangan adalah tanah-tanah yang sebelumnya terdapat diareal SIPD tersebut, yang dikupas dan diamankan sebelum areal tersebut ditambang. Akan tetapi karakteristiknya harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman sesuai dengan peruntukan lahannya, baik dengan penambahan bahan organik maupun pupuk buatan. Ketebalan tanah penutup ini akan bervariasi sesuai dengan persyaratan pada setiap peruntukan lahannya.

Persyaratan minimal ketebalan tanah untuk pertumbuhan tanaman budi daya di areal pemukiman adalah 25 cm, sehingga untuk peruntukan lahan pemukiman dan industri ini ketebalan tanah yang dikembalikan sebagai penutup ini minimum 25 cm. Persyaratan minimal ketebalan tanah untuk pertumbuhan tanaman
tahunan atau tanaman perkebunan adalah 50 cm, sehingga untuk peruntukan lahan tanaman tahunan ketebalan tanah yang dikembalikan sebagai penutup ini minimum 50 cm.

Persyaratan minimal ketebalan tanah untuk pertumbuhan tanaman pangan lahan basah adalah 25 cm, sehingga untuk peruntukan lahan tanaman pangan lahan basah dan peternakan ini ketebalan tanah yang dikembalikan sebagai penutup ini minimum 25 cm.

Persyaratan minimal ketebalan tanah untuk pertumbuhan tanaman pangan lahan kering dan peternakan ternak adalah 25 cm, sehingga untuk peruntukan lahan tanaman pangan lahan kering dan peternakan
ini ketebalan tanah yang dikembalikan sebagai penutup ini minimum 25 cm.

Pemantauan ketebalan tanah yang dikembalikan sebagai penutup ini dapat dilakukan secara periodic sesuai dengan rencana penambangan, tetapi penentuan akhir dari ketebalan tanah yang dikembalikan ini
hanya dapat ditentukan setelah akhir masa penambangan.

3. VEGETASI
Pertumbuhan Vegetasi di atas lahan bekas penambangan menunjukkan bahwa tanah yang dikembalikan mempunyai kondisi yang layak untuk pertumbuhan vegetasi tersebut, karena pertumbuhan vegetasi tidak hanya membuktikan adanya usaha reklamasi tetapi juga membuktikan bahwa galian tersebut dapat
dimanfaatkan kembali sesuai dengan peruntukannya.

Persyaratan minimal tersedianya jalur hijau diareal pemukiman adalah 20 persen, sehingga digunakan juga sebagai persyaratan pertumbuhan tanaman budi daya minimal 20 persen dari seluruh areal pertambangan.

Berita Harian Jejak Kasus,Radar Bangsa, Buser Istana, Polhukum & Kriminal, silahkan klik di sini,www.jejakkasus.info. infokan Penyimpangan APBD/ APBN/ Penyalahgunaan Wewenang, Pemalsuan Merek, DLL melalui Email. beritajejakkasus@yahoo.com – Alamat Kantor sekretariat: Jalan raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto, kode pos. 61351 Jawa timur. Kontak person: 082141523999.Terima kasih sudah berbagi dengan kami. ttd. Pria Sakti

0 comments: