Sunday, September 20, 2015

Pidana tidak mengantongi ijin pemakaian air di bawa tanah Dari Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral


Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah, pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri dan gubernur.
Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah hanya dapat diterbitkan oleh bupati/walikota dengan ketentuan (PP No.43/2008, Pasal 68, Ayat (1)):
1. Pada setiap CAT lintas provinsi dan lintas negara setelah memperoleh rekomendasi teknis dari Menteri.
2. Pada setiap CAT lintas kabupaten/kota setelah memperoleh rekomendasi teknis dari gubernur.
3. Pada setiap CAT dalam wilayah kabupaten/kota berdasarkan zona konservasi air tanah dan/atau zona pemanfaatan air tanah.
Rekomendasi teknis untuk penerbitan izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah berisi:
1. lokasi dan kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah,
2. jenis dan kedalaman akuifer yang disadap,
3. debit pengambilan air tanah,
4. kualitas air tanah,
5. peruntukan penggunaan air tanah.
Informasi yang harus dilampirkan pada saat mengajukan permohonan izin:
1. peruntukan dan kebutuhan air tanah yang akan diambil,
2. rencana pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah,
3. upaya pengelolaan lingkungan (UKL) atau upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Izin pemakaian air tanah harus memuat paling sedikit:
1. nama dan alamat pemohon,
2. titik lokasi rencana pengeboran atau penggalian,
3. debit pemakaian atau pengusahaan air tanah,
4. ketentuan hak dan kewajiban.
Pemegang izin wajib memberitahukan kepada bupati/walikota tentang rencana pelaksanaan konstruksi sumur produksi dan uji pemompaan dan pelaksanaannya harus disaksikan oleh petugas yang berwenang.
Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah, pemohon dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Untuk kegiatan pengambilan air tanah dalam jumlah besar, yaitu lebih dari 2 liter per detik, wajib melakukan eksplorasi air tanah terlebih dahulu.
Hasil eksplorasi air tanah digunakan sebagai dasar perencanaan:

1. kedalaman pengeboran atau penggalian;
2. penempatan saringan pada pekerjaan konstruksi;
3. debit dan kualitas air tanah yang akan dimanfaatkan.
Kegiatan pengeboran eksploitasi air tanah tidak memerlukan izin bila :
1. Dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang air tanah.
2. Dilaksanakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam jumlah pengambilan tertentu yang tidak didistribusikan
Pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah hanya dapat melakukan pengeboran atau penggalian di lokasi yang telah ditetapkan, dan hanya dapat dilakukan oleh instansi pemerintah, perorangan atau badan usaha yang memenuhi kualifikasi dan klasifikasi untuk melakukan pengeboran atau penggalian air tanah.
Berdasarkan PP No.43/2008, tata cara perizinan air tanah dapat dilihat pada diagram berikut:
Gambar 7‑14 Diagram tata cara perizinan pengelolaan air tanah
Kualifikasi dan klasifikasi untuk melakukan pengeboran atau penggalian air tanah dapat diperoleh melalui:
1. sertifikasi instalasi bor air tanah; dan
2. sertifikasi keterampilan juru pengeboran air tanah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan rekomendasi teknis serta kualifikasi dan klasifikasi pengeboran atau penggalian air tanah diatur dalam peraturan Menteri.
7.11.2 Jangka Waktu Izin

Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah hanya berlaku selama 3 tahun, namun izin tersebut dapat diperpanjang. Perpanjangan izin hanya dapat diberikan oleh bupati/walikota, setelah memperoleh rekomendasi teknis, dan selama air tanah masih tersedia dan dapat diambil tanpa menyebabkan kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah.
Masa berlakunya izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah selama 3 tahun, setelah habis masa berlakunya dapat dilakukan perpanjangan. Namun sebelum masa berlakunya habis, izin tersebut juga bisa dicabut apabila tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan di dalam izin dan tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan serta tidak mampu memperbaiki kinerjanya sesuai batas waktu yang diberikan setelah ada peringatan tertulis dari pemberi izin.
Berakhirnya izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah tidak membebaskan kewajiban pemegang izin untuk memenuhi kewajiban yang belum terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah juga dapat dievaluasi. Evaluasi tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan ketersediaan air tanah pada CAT. Ketentuan mengenai evaluasi izin diatur oleh bupati/walikota.
Setelah kegiatan pengeboran atau penggalian air tanah selesai dilakukan, bupati/walikota wajib melakukan evaluasi terhadap debit dan kualitas air tanah yang dihasilkan guna menetapkan kembali sumur produksi mana yang akan dipakai atau diusahakan lagi, sebagaimana yang tercantum dalam izin.
7.11.3 Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan ketersediaan air tanah pada CAT. Evaluasi debit dan kualitas air tanah dilakukan berdasarkan laporan pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah.
Laporan pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah paling sedikit memuat (PP No.43/2008, Pasal 75 Ayat (3)):
1. Gambar penampang litologi dan penampangan sumur;
Penampangan sumur menunjukkan jenis, sifat fisik setiap lapisan batuan, dan kedalaman batuan yang mengandung air tanah sehingga dapat ditentukan jenis dan posisi saringan.
2. Hasil analisis fisika dan kimia air tanah;
Hasil analisis fisika dan kimia akan menunjukkan kualitas atau mutu air tanah.
3. Hasil analisis uji pemompaan terhadap akuifer yang disadap;
Hasil analisis uji pemompaan akan menunjukkan debit air tanah yang dapat diambil secara optimal dari sumur tersebut.
4. Gambar konstruksi sumur berikut bangunan di atasnya;
Gambar konstruksi sumur akan menunjukkan posisi saringan dan kerikil pembalut.
7.11.4 Hak dan Kewajiban Pemegang Izin

Hak setiap pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah adalah untuk memperoleh hak guna pakai atau hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah .
Sedangkan kewajiban setiap pemegang izin pemakaian air tanah atau pengusahaan air tanah (PP No.43/2008, Pasal 77):
1. Menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau penggalian air tanah serta debit pemakaian atau pengusahaan air tanah setiap bulan kepada Pemerintah.
2. Memasang meteran air pada setiap sumur produksi dalam pemakaian atau pengusahaan air tanah.
3. Membangun sumur resapan di lokasi yang ditentukan oleh bupati/walikota.
4. Berperan serta dalam menyediakan sumur pantau air tanah, seperti memberikan tempat untuk pembuatan sumur pantau di lokasi lahannya.
5. Melakukan upaya konservasi air tanah.
6. Melaporkan kepada bupati/walikota apabila dalam pelaksanaan pengeboran, penggalian air tanah, serta pemakaian dan pengusahaan air tanah ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan.
7. Wajib memberikan air sekurang-kurangnya 10% dari batasan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah yang ditetapkan dalam izin, untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat di sekitar lokasi pengusahaan air tanah.
7.12 Pemberdayaan, Pengendalian, dan Pengawasan

Pengaturan air tanah pada suatu cekungan air tanah secara utuh mencakup daerah imbuhan dan luahan air tanah. Pengaturan yang dilakukan pada setiap zona konservasi air tanah sesuai dengan tingkat kerusakan air tanahnya, meliputi :
1. Pengaturan batasan kedalaman penyadapan air tanah.
2. Pengaturan jumlah pengambilan dan pemanfaatan air tanah.
3. Pengaturan peruntukan pemanfaatan air tanah
Untuk mendukung kegiatan di atas maka dibutuhkan pemberdayaan, pengendalian, dan pengawasan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, dan peran serta masyarakat.
7.12.1 Pemberdayaan

Penyelenggaraan pemberdayaan kepada aparat pengelola air tanah, pemegang hak guna pakai dan hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan pengeboran air tanah, dan kelompok masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kinerja dalam pengelolaan air tanah.
Pemberdayaan diselenggarakan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota dalam bentuk penyuluhan, pendidikan, pelatihan, pembimbingan, dan pendampingan. Pemberdayaan dapat diselenggarakan dalam bentuk kerjasama yang terkoordinasi antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan upaya pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing.
7.12.2 Pengendalian

Berdasarkan PP No. 43/2008 Pasal 87, kegiatan pengendalian penggunaan air tanah dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Penyampaian laporan penyelenggaraaan pengendalian penggunaan air tanah dilakukan mulai dari tingkat daerah oleh bupati/walikota kepada gubernur, kemudian gubernur menyampaikan laporan penyelenggaraan pengendalian penggunaan air tanah tersebut kepada Menteri secara berkala.
Laporan penyelenggaraan pengendalian penggunaan air tanah berisi antara lain jumlah dan lokasi sumur bor, jumlah pengguna air tanah, jumlah pengambilan air tanah, peruntukan penggunaan air tanah, dan jumlah pajak pemanfaatan air tanah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut
Gambar 7‑15 Mekanisme penyampaian laporan penyelenggaraan penggunaan air tanah
7.12.3 Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan air tanah ditujukan untuk menjamin kesesuaian antara pelaksanaan pengelolaan air tanah dengan peraturan perundang-undangan terutama menyangkut ketentuan administratif dan teknis pengelolaan air tanah.
Wewenang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan air tanah di tingkat nasional berada di tangan Menteri, di tingkat provinsi dilakukan oleh gubernur, dan di tingkat kabupaten/kota oleh bupati/walikota. Keikutsertaan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan air tanah juga dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan.
Kegiatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraaan air tanah meliputi pengawasan atas pelaksanaan:
1. konservasi air tanah,
2. pendayagunaan air tanah,
3. pengendalian daya rusak air tanah,
4. sistem informasi air tanah, dan
5. pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan air tanah, terutama berkaitan dengan ketentuan dalam izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah. Pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan air tanah tersebut dilakukan terhadap pelaksanaan pengeboran, penggalian air tanah, pemakaian dan/atau pengusahaan air tanah.
Secara skematis kegiatan pengawasan dapat dilihat pada diagram berikut
Gambar 7‑16 Diagram Kegiatan Pengawasan
Pengeboran dan pengambilan air tanah pada dasarnya adalah kegiatan di bawah permukaan yang sangat mudah disembunyikan, tidak kasat mata, maka pengawasannya tidak mudah dilaksanakan. Saat ini banyak dijumpai penyimpangan yang dilakukan oleh pengguna air tanah dan pihak-pihak yang terkait, maka keadaan ini tentunya akan menimbulkan dampak negatif karena pengambilan air tanah menjadi tidak terkendali.
Kegiatan pengawasan dan pengendalian pendayagunaan air tanah dalam rangka konservasi meliputi:
1. pengawasan terhadap pelaksanaan pengeboran eksplorasi dan eksploitasi air tanah yang dilaksanakan oleh instansi/lembaga pemerintah atau swasta;
2. pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan teknis yang tercantum dalam izin dalam rangka pembuatan maupun perbaikan/penyempurnaan sumurbor atau penurapan mata air, pemakaian air tanah dan pengusahaan air tanah;
3. pengawasan terhadap terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan air tanah;
4. pengawasan dalam rangka penertiban pengeboran, penurapan, dan pemakaian serta pengusahaan air tanah tanpa izin;
5. pengawasan dalam rangka penertiban kegiatan perusahaan pengeboran air tanah;
6. pengawasan terhadap pelaksanaan pembuatan sumur pantau;
7. pengawasan terhadap pembuatan sumur imbuhan;
8. pengawasan pelaksanaan UKL dan UPL atau Amdal.
Air tanah adalah sumberdaya alam yang terbarukan, yang memegang peran vital dalam pembangunan kita. Namun, pengambilannya tetap harus mempertimbangkan aspek keseimbangan dan kelestariannya. Degradasi yang terjadi pada sumberdaya air tanah baik jumlah maupun mutunya, sangat sulit upaya pemulihannya.
Kebutuhan akan air tanah yang semakin meningkat sementara di sisi lain ketersediaannya yang makin langka mendorong perlunya perencanaan yang matang dalam pemanfaatan sumber daya tersebut disesuaikan dengan jumlah ketersediaannya yang paling layak untuk dimanfaatkan
Mengingat sifat keterdapatan sumber daya air tanah, maka seharusnya air tanah menjadi alternatif paling akhir bagi pasokan kebutuhan akan air untuk berbagai peruntukan setelah sumber-sumber yang lain. Di lain pihak, perlu diupayakan pengurangan ketergantungan pasokan air dari sumberdaya air tanah dengan meningkatkan kapasitas pelayanan PAM agar air permukaan dapat mengganti peran air tanah.
Penataan peraturan perundang-undangan dalam rangka pengelolaan air tanah pada CAT, terutama pada kegiatan konservasi air tanah oleh semua pihak, serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan oleh instansi yang berwenang, merupakan hal yang paling menentukan di dalam upaya pelestarian air tanah.
7.13
Sanksi dalam pengelolaan air tanah, terdapat 2 (dua) jenis sanksi, yaitu: (i) sanksi pidana sesuai dengan UU No 7/2004, dan (ii) sanksi administrasi. Sanksi administratif ini telah dijelaskan pada sub-bab 5.4.2.5.

1.     Dasar Hukum.
1.     Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Retribusi Izin Pengelolaan Pengeboran, Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Kota Medan.
2.     Peraturan Walikota Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pendelegasian Sebagian Kewenangan Proses dan Penandatanganan Perijinan Kepada Badan Pelayan Perijinan Terpadu Kota Medan
3.     Keputusan Walikota Nomor 5 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 27 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pengelolaan Pengeboran, Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah Kota Medan

2.     Pengertian.
1.     Pengeboran air tanah adalah kegiatan membuat sumur bor air tanah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis sebagai sarana eksplorasi, pengambilan, pemakaian dan pengusahaan, pemantauan, atau imbuhan air tanah.
2.     Air Bawah Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan mengandung air dibawah permukiman tanah termasuk mata air yang muncul secara alamiah diatas permukaan tanah.
3.     Pengelolaan Air Bawah Tanah adalah pengelolaan dalam arti luas mencakup segala usaha inventarisasi, peraturan pemanfaatan, perizinan, pembinaan, pengendaliaan dan pengawasan serta konservasi air bawah tanah.
4.     Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah adalah setiap pengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan tujuan lainnya.

3.     Persyaratan (Berdasarkan Kepwal No. 05 Tahun 2003 pasal 3)
1.     Ijin Pengeboran Air Bawah Tanah :
1.     Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku sebanyak 1 (satu) lembar.
2.     Pas photo Penanggung Jawab perusahaan berwarna ukuran 3 x 4 sebanyak 3 lembar.
3.     Photo copy Surat Ijin Perusahaan Pengerboran Air Bawah Tanah (SIPPAT ) Ijin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) yang masih berlaku dan Akte Pendirian Perusahaan yang dilegalisir.
4.     Bagi Perusahaan yang berbentuk PT. melampirkan Foto copy akte pendirian dan perubahan beserta foto copy pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM yang dilegalisir.
5.     Bagi perusahaan berbentuk CV. dan Fa. melampirkan foto copy akte pendirian dan perubahan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri yang dilegalisir.
6.     Bagi Badan Usaha yang berbentuk Koperasi melampirkan Foto copy akte pendirian dan perubahan beserta foto copy pengesahan dari Dinas Koperasi setempat atas nama Menteri yang dilegalisir
7.     Peta situasi berskala 1 : 10.000 dan atau lebih besar, dan peta topografi,skala 1 : 50.000 yang meperlihatkan titik lokasi rencana Pengeboran Air Bawah Tanah.
8.     Informasi mengenai rencana Pengeboran Air Bawah Tanah.
9.     Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) untuk pengambilan Air Bawah Tanah < 50 (lima puluh) L/detik, sedangkan untuk Pengambilan Air Bawah Tanah >= 50 L/detik dalam area =< 10 (sepuluh) hektar harus dilengkapi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
10.  Tanda bukti kepemilikan 1 ( satu ) buah sumur pantau yang dilengkapi alat perekam otomatis muka Air ( Automatic Water Level Recorder / AWLR ), untuk pengambilan Air Bawah Tanah >= 50 ( lima puluh ) L/detik dari satu atau beberapa sumur pada kawasan < 10 ( sepuluh ) hektar.
11.  Saran teknis dari Instansi yang dihunjuk.

2.     Ijin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah :
1.     Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik atau penanggung jawab perusahaan.
2.     Pas photo ukuran 3 x 4 cm berwarna sebanyak 3 (tiga) lembar.
3.     Khusus bagi permohonan atas nama Badan Usaha melampirkan :
§  Bagi Perusahaan yang berbentuk PT. melampirkan Foto copy akte pendirian dan perubahan beserta foto copy pengesahan dari Menteri Hukum Dan HAM yang dilegalisir.
§  Bagi perusahaan berbentuk CV. dan Fa. melampirkan foto copy akte pendirian dan perubahan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri yang dilegalisir.
§  Bagi Badan Usaha yang berbentuk Koperasi melampirkan Foto copy akte pendirian dan perubahan beserta foto copy pengesahan dari Dinas Koperasi setempat atas nama Menteri yang dilegalisir.
4.     Laporan penyelesaian pengeboran sumur dengan melampirkan Hasil analisa Air Bawah Tanah dari Instansi yang dihunjuk.
5.     Foto copy Ijin Pengeboran yang dilegalisir.

3.     Perpanjangan ijin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah :
1.     Photo copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku sebanyak 1 (satu) lembar.
2.     Pas photo ukuran 3 x 4 cm berwarna sebanyak 3 (tiga) lembar.
3.     Khusus bagi permohonan atas nama Badan Usaha melampirkan :
§  Bagi Perusahaan yang berbentuk PT. melampirkan Foto copy akte pendirian dan perubahan beserta foto copy pengesahan dari Menteri Hukum Dan HAM yang dilegalisir.
§  Bagi perusahaan berbentuk CV. dan Fa. melampirkan foto copy akte pendirian dan perubahan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri yang dilegalisir.
§  Bagi Badan Usaha yang berbentuk Koperasi melampirkan Foto copy akte pendirian dan perubahan beserta foto copy pengesahan dari Dinas Koperasi setempat atas nama Menteri yang dilegalisir.
4.     Hasil analisa Air Bawah Tanah dari segi teknis geologi dan konservasi air bawah tanah dari Instansi yang dihunjuk.
5.     Melampirkan foto copy Ijin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah terakhir yang dilegalisir.

4.     Tarif Retribusi (Berdasarkan Perda No. 27 Tahun 2002 Pasal 18)
1.     Besarnya retribusi terhadap setiap ijin pengeboran air bawah tanah adalah :
1.     Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) untuk sumur kesatu.
2.     Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk sumur kedua.
3.     Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk sumur ketiga dan seterusnya.

2.     Besarnya retribusi ijin pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah adalah :
0 s/d 2 liter/detik
Rp.
1.000.000,-
> 2 s/d 5 liter/detik
Rp.
2.000.000,-
> 5 s/d 10 liter/detik
Rp.
4.000.000,-
> 10 s/d 15 liter/detik
Rp.
6.000.000,-
> 15 s/d 20 liter/detik
Rp.
8.000.000,-
> 20 s/d 25 liter/detik
Rp.
10.000.000,-
> 25 s/d 50 liter/detik
Rp.
15.000.000,-
> 50 liter/detik
Rp.
25.000.000,-
3.     Besarnya retribusi atas perpanjangan ijin pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari retribusi ijin baru.
4.     Bagi pemegang ijin yang terlambat memperpanjang ijin dikenakan denda administrasi sebesar 2% ( dua persen ) perbulan dari retribusi yang dihitung dari saat jatuh tempo.

5.     Masa Berlaku Ijin
1.     Ijin pengeboran air bawah tanah berlaku selama 6 bulan.
2.     Pelaksanaan pengeboran harus sudah selesai dilakukan selambat - lambatnya 6 bulan setelah ijin ditertibkan.
3.     Ijin pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah selama 2 tahun.

6.     Waktu Pemrosesan/Penerbitan Ijin
Pemrosesan Ijin selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima. 





Sanksi pidana dikenakan sesuai ketentuan Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96. Rangkuman tentang sanksi pidana dapat dilihat pada Tabel 7-1.
Tabel 7‑1 Sanksi pidana dalam pengelolaan air tanah sesuai UU No. 7/2004
Pasal
Sanksi Maksimal Pelanggaran
94: penjara 9 tahun dan denda Rp1.500.000.000,0
1.sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air; atau
2.sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
penjara 6 tahun dan denda Rp1.000.000.000,00
1.sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air; atau
2.sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.
penjara 3 tahun dan denda Rp500.000.000,00
1. sengaja menyewakan atau memindahtangankan sebagian atau seluruhnya hak guna air;
2. sengaja melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang; atau
3. sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual;
4. sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
95: penjara 18 bulan dan denda Rp300.000.000,00
1.karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air; atau
2.karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
penjara 1 (satu) tahun dan denda Rp200.000.000,00
1. karena kelalaiannya melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air; atau;
2. karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air.
penjara 6 (enam) bulan, denda Rp100.000.000,00

1. karena kelalaiannya melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang;
2. karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual;
3. karena kelalaiannya melakukan kegiatan.
Demikian semoga bermanfaat. Penanggung Jawab: Berita Jejak Kasus, www.jejakkasus.info PT PRIA SAKTI PERKASA KepMenHum & HAM No. 13286.40.10.2014. Jalan raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto, kode pos. 61351 Jawa timur. Kontak person: 082141523999, terima kasih sudah berpartisipasi, berbagi dengan kami. untuk mengetahui berita hukum dan kriminal jejak kasus, Klik di sini, www.jejakkasus.info dan www.jejakkasus.com

Peleburan Alumunium Limbah B3 Tidak Berijin’ Milik Edi Terung Wetan Krian

SIDOARJO, www.jejakkasus.com - Limbah hasil pabrik pembakaran alumunium di depan makam Raden Ayu Putri, desa Terung Wetan, Kecamatan Kriam, Sidoarjo, Jawa Timur, disinyalir mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).

Tidak hanya itu, dari hasil investigasi Jejak Kasus pada rabu (8/4/2015), diketahui bahwa aktivitas pembuangan limbah pabrik yang diketahui milik Edi ini juga tidak memiliki memiliki izin alias ilegal dalam pengelolaan limbah berbahaya itu.

Menurut EK, sumber Jejak Kasus mengatakan, aktivitas pembakaran alumunium pabrik ini tiap malam mampu menghasilkan ratusan alumunium batangan. Setiap batangnya seberat 4 kg dan siap dikirim ke luar kota dan negeri.

Sementara Pimpinan Pusat LSM HDIS, Supriyanto mengatakan, hasil peleburan pabrik alumunium milik Edi diduga kuat mengandung limbah B3 dan tidak mengantongi izin pengelolaan limbah tersebut. "Hal tersebut telah menyalagi UU No 32 tahun 2009, dimana setiap perusahaan atau instri yang menghasilkan limbah berbahaya dan beracun (B3) wajib menyediakan prasarana dan sarana pengolah limbah," tegasnya.

Supriyanto menerangkan, dalam UU tersebut, jika hal tersebut diabaikan apalagi membuang atau memasukan pada sumber air yang mengalir atau tidak, dapat dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum sebesar Rp 50 juta.

"Terkait sanksi dalam UU tersebut dijelaskan, pelaku perusakan lingkungan hidup, diancam pidana 1 tahun penjara dan denda minimal Rp 1 miliar," lanjutnya.

Sementara itu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Sidoarjo, hingga berita ini diturunkan, tidak berhasil dikonfirmasi. – Berikut ini jenis kegiatan usaha yang menghasilkan limbah bahan baku beracun B3, beserta sangsi pidananya.

No. Jenis Kegiatan Jenis Limbah B3 yang dihasilkan


1. Industri (Tekstil, Penyamakan Kulit, Lampu, Gula, Susu, Depo minyak bumi, Otomotiv/Bengkel, Sludge IPAL, fly ash/bottom ash batubara, bahan kimia kadaluarsa, kemasan bahan kimia, oli bekas, lampu bekas, toner/cartride, batu baterai bekas, lampu bekas, accu bekas, kain majun


2. Pelayanan Kesehatan (RS, Puskesmas, rumah bersalin, lab lingk/kesehatan, farmasi)
Limbah padat medis, sludge IPAL, abu incinerator, obat kadaluarsa, limbah cair laboratorium/sisa reagen, accu bekas


3. Jasa Pariwisata (hotel, rumah makan, supermarket, mall) Lampu bekas, batu baterai bekas, oli bekas, accu bekas


4. Pendidikan (perguruan tinggi, smu/smk) Sisa bahan kimia / reagen yang digunakan di laboratorium


5. Perumahan / permukiman Lampu bekas, batu baterai bekas, obat kadaluarsa
Sesuai ketentuan PP 18/1999 pasal 11, disebutkan bahwa penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3 serta pengelolaannya sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan ke instansi yang bertanggungjawab.
Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Sebagian besar kegiatan usaha yang menghasilkan limbah B3, melakukan kerjasama pengelolaan limbah B3 dengan pihak ketiga.
Penimbunan limbah B3 wajib menggunakan sistem pelapis yang dilengkapi dengan saluran untuk pengaturan aliran permukaan, pengumpulan air lindi dan pengolahannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir. Sebelum limbah B3 dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill), dilakukan proses stabilisasi/solidifikasi yakni proses pengolahan limbah dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive). Hal ini untuk memperkecil / membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya racunnya.
Sangsi bagi pengusaha tidak mengantongi perizinan pengelolaan limbah B3, tidak mengantongi Ijin Amdal, diatur dalam bagian kedua UU No. 32 Tahun 2009 Dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai sanksi pidana bagi pemilik usaha yang tidak memiliki izin lingkungan: yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”
Undang-undang RI No. 23 / 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup :
• Pasal 16 : setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan;
o Pasal 20 ayat (1), Tanpa Suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup;
o Pasal 15 ayat (1), Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL)
PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 :
• Pasal 9 s/d Pasal 26 : pelaku pengelola limbah B3 (penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun limbah B3) wajib melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai ketentuan yang berlaku;
• Pasal 40 ayat (1) : setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin dan atau rekomendasi pengelolaan limbah B3;
Pasal 40 PP 18/1999
• Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan : Penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari Kepala Instansi yang bertanggung jawab
• Pengangkut limbah B3 wajib memiliki izin pengangkutan dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Instansi yang bertanggung jawab;
• Pemanfaat limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib memiliki izin pemanfaatan dari instansi yang berwenang memberikan izin pemanfaatan setelah mendapat rekomendasi dari Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 43 PP 18/1999
• Kegiatan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Permen LH No. 11/2006 ttg Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL :
• Wajib AMDAL untuk pengelolaan limbah B3 sebagai kegiatan utama kecuali kegiatan skala kecil spt pengumpul minyak pelumas bekas, slop oil, timah dan flux solder, aki bekas, solvent bekas, limbah kaca terkontaminasi limbah B3 (cukup UKL & UPL)
• Pengelolaan limbah B3 bukan sebagai kegiatan utama, AMDAL atau UKL & UPL-nya sudah terintegrasi dalam kegiatan utama dengan ketentuan bahwa dalam dokumen AMDAL atau UKL & UPL sudah mencantumkan kegiatan pengelolaan Limbah B3
Pasal 45 PP 18/1999
• Kegiatan baru yang menghasilkan limbah B3 yang melakukan pengolahan dan pemanfaatan limbah yang lokasinya sama dengan kegiatan utama, maka AMDAL untuk kegiatan pengolahan limbah B3 dibuat secara terintegrasi dengan AMDAL kegiatan utama.
• Apabila pengolahan limbah B3 dilakukan penghasil dan pemanfaat di lokasi kegiatan utamanya, maka hanya RKL-RPL yang telah disetujui yang diajukan kepada instansi yang bertanggungjawab.
Pasal 26 PP 27/1999 tentang AMDAL
• Keputusan kelayakan LH suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batal atas kekuatan PP ini apabila pemrakarsa mengubah desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong.
• Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak LH baru sesuai dengan ketentuan PP ini.
Permen LH No. 12/2007
• Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/ atau Kegiatan yang tidak Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup.
• KRITERIA suatu usaha dan/atau kegiatan WAJIB DPPL :
o Telah melakukan kegiatan fisik baik tahap konstruksi sampai dengan tahap operasional sebelum 25 September 2007
o Tidak memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup yang telah disahkan (AMDAL, UKL-UPL, SPPL, SEMDAL, DPL)
o Telah memiliki izin usaha dan/atau izin kegiatan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
o Sesuai dengan peruntukan TATA RUANG
Kewenangan Penilaian Dokumen Lingkungan Bidang Pengelolaan Limbah B3 :
• AMDAL = Permen LH 05 Tahun 2008
o Kegiatan pengolahan dan penimbunan sebagai kegiatan utama = Komisi AMDAL Pusat
o Kegiatan pengumpulan skala provinsi dan pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama = Komisi AMDAL Provinsi
o Kegiatan pengumpulan skala kabupaten/ kota = Komisi AMDAL Kabupaten/ Kota
o UKL – UPL = Kepmen LH 86 Tahun 2002 Instansi Lingkungan Hidup Kabupaten/ Kota
o DPPL = Permen LH 12 Tahun 2007 Kementerian Lingkungan Hidup
Pasal 1 Permen LH No. 02/2008 Tentang Pemanfaatan Limbah B3 :
• Butir 6 : Reuse adalah penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara thermal.
• Butir 7 : Recycle adalah mendaur ulang komponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara thermal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda.
• Butir 8 : Recovery adalah perolehan kembali komponen-komponen yang bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara thermal.
Pasal 6 Permen LH No. 18/2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 :
• Usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan produk dan/atau produk antara yang dihasilkan dari usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan limbah B3 tidak diwajibkan memiliki izin.
• Produk dan/atau produk antara sebagaimana dimaksud di atas harus telah melalui suatu proses produksi dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), standar internasional, atau standar lain yang diakui oleh nasional atau internasional.
• Keterangan : Usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan produk dan/atau produk antara yang dihasilkan dari usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan limbah B3 tetap diwajibkan memiliki izin apabila produk dan/atau produk antara tersebut belum atau tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), standar internasional, atau standar lain yang diakui oleh nasional atau internasional.
Pasal 2 Permen LH No. 18/2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 :
• Penghasil limbah B3 tidak dapat melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3.
• Keterangan : Ketentuan diatas dimaksudkan bagi pelaku pengelola limbah yang hanya sebagai penghasil limbah B3 tetapi bagi Penghasil limbah B3 yang sekaligus sebagai pemanfaat dan/atau pengolah limbah B3 dapat melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3.
TUJUAN PERIZINAN PLB3
• Sebagai alat kontrol dalam penaatan PLB3
• Memastikan pengelolaan limbah B3 memenuhi persyaratan administratif dan teknis sehingga meminimisasi potensi bahaya ke lingkungan;
• Menjamin ‘leveled playing field’;
• Memudahkan pengawasan.
JENIS-JENIS PERIZINAN PLB3
Pasal 40 PP 18/1999 :
• Izin :
o Penyimpanan Sementara;
o Pengumpulan;
o Pemanfaatan bukan sebagai kegiatan utama;
o Pengolahan;
o Izin operasi alat Pengolahan LB3 (incenerator, tank cleaning);
o Penimbunan.
• Rekomendasi KNLH:
o Pengangkutan (izin dari Dephub);
o Pemanfaatan sebagai kegiatan utama (izin dari instansi berwenang).
Jenis-Jenis Perizinan PLB3 yang kewenangannya telah diserahkan ke daerah sesuai PP 38/2007
• Izin Penyimpanan Sementara;
• Izin Pengumpulan skala Provinsi dan Kabupaten/Kota (tidak termasuk izin pengumpulan minyak pelumas bekas/ oli bekas);
• Rekomendasi izin pengumpulan limbah B3 skala nasional
Penyimpanan vs Pengumpulan Limbah B3
• Penyimpanan sementara Limbah B3 :
o kegiatan menyimpan limbah B3 yg dihasilkan intern oleh satu penghasil
• Pengumpulan Limbah B3:
o kegiatan menyimpan limbah B3 yang dihasilkan oleh banyak sumber penghasil
Penyimpanan Limbah B3
• DEFINISI
Penyimpanan Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara
• PRINSIP
“ Mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia & lingkungan dapat dihindarkan ”
• TUJUAN
Menyimpan sementara limbah sampai dengan tercapai kuantitas limbah yang memadai sehingga efisien secara ekonomi untuk pengelolaan lebih lanjut
Pengumpulan Limbah B3
• DEFINISI
o Pengumpulan Limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3. Baca juga http://beritaharinijejakkasus.blogspot.co.id/2015/09/pidana-tidak-mengantongi-ijin.html  Bersambung. (Pria Sakti)