Wednesday, June 24, 2015

Kasus pencurian Listrik & Gaji Dibawah UMR’’ Pabrik Plastik PT SJP Mojokerto 24 Juni 2015 Agus Belum Bisa Di Temui

Mojokerto, jejakkasus.comMojokerto kota di kenal sebagai kota bisnis atau usaha, namun jika di ributkan dengan matinya listrik, bisnis atau usaha akan terhambat, keluhan masyarakat mojokerto kota nomor satu adalah seringnya listrik padam atau mati, dari keluhan tersebut berdampak pada alat alat elektronik untuk kebutuhan rumah maupun kantor, salah satunya TV, Kipas Angin, AC, Laptop, Mesin Cuci, dan lain sebagainya, hal tersebut di karenakan dugaan atas kenakalan oknum Dirut PT SPJ AGS inisial yang di duga telah melakukan tindak pidana pencurian Listrik dengan cara membendeng.

Masyarakat belum mengatahui penyebab atau penyakitnya listrik sering mati di Mojokerto, namun sumber terpercaya dari salah satu karyawan pabrik PT SJP yang kecewa dengan AGS, mengadukan permasalahan tersebut ke Harian Jejak Kasus, hingga Pria Sakti Pimpinan Redaksi Jejak Kasus turun lapangan untuk membuktikannya.
Agus sampai saat ini hari rabu, 24 juni 2015 belum bisa di konfirmasi, saat Pria Sakti mendatangi Pabrik PT SJP tersebut, hanya bias mengambil gambar gardu Listrik yang digunakan untuk pebendengan.
Lanjut Narasumber ke 2 memberikan informasi tentang pabrik tersebut karyawannya juga tidak mendapat gaji/ Upah Minimum Regional (UMR). Pria Sakti Direktur NGO HDIS menyayangkan adanya hal tersebut, pasalnya perbuatan tersebut Dugaan kuat melanggar Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Dugaan kasus Pencurian Strum Listrik & Gaji Di bawa UMR’’ Pabrik Plastik PT SJP Mojokerto di duga melanggar ketentuan Pidana pelanggaran terhadap UU Ketenagaan Kerja ( Jamsostek ).
Kewajiban perusahaan mengikuti Jamsostek Program Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) adalah hak setiap tenaga kerja, baik dalam hubungan kerja maupun tenaga kerja luar hubungan kerja. Oleh karena itu, program Jamsostek tersebut wajib dilakukan oleh setiap perusahaan (pasal 3 ayat [2] jo. pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek). Bahkan ditegaskan kembali dalam UU No. 3 Tahun 1992 bahwa pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut dalam program Jamsostek (pasal 17).
Persyaratan dan tata cara kepesertaan dalam program Jamsostek diatur lebih lanjut dalam PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek, yang antara lain disebutkan, bahwa pengusaha yang (telah) mempekerjakan sebanyak 10 (sepuluh) orang tenaga kerja, ataumembayar upah paling sedikit Rp1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek pada badan penyelenggara, yakni PT Jamsostek (Persero).
Demikian ketentuan pasal 2 ayat (3) PP No. 14 Tahun 1992. Dengan demikian, apabila di perusahaan Saudara telah mempekerjakan pekerja (dalam hubungan kerja) 100 orang atau lebih, maka tentu sudah sangat wajib ikut dan mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek pada PT Jamsostek (Persero). Kalau perusahaan Saudara tidak ikut/tidak mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam Program Jamsostek, maka selain diancam dengan sanksi hukuman kurungan (penjara) selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp50 juta (pasal 29 ayat [1] UU No.3 Tahun 1992) juga kemungkinan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha (pasal 47 huruf a PP No.14 Tahun 1992).
Bahkan, perusahaan Saudara diwajibkan menanggung semua konsekuensi yang terjadi dan terkait dengan program jaminan sosial tersebut, seperti konsekuensi bilamana terjadi kecelakaan kerja, kematian dan/atau jaminan hari tua serta jaminan pelayanan kesehatan (pasal 8 ayat [1] dan pasal 12 ayat [1] pasal 14 ayat [1] dan pasal 16 ayat [1] UU No.3 Tahun 1992).
Ketentuan Upah Pekerja yang Lembur pada 17 Agustus lembur. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur (“Kepmenaker 102/2004”), waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah. Ini berarti bahwa bekerja pada hari libur resmi termasuk ke dalam waktu kerja lembur.
Tanggal 17 Agustus (Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia) adalah libur resmi berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1987 Tahun 1987 tentang Upah Bagi Pekerja Pada Hari Libur Resmi.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
Mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus, Anda dapat melihat pada Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP- 233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus
Menerus, yaitu antara lain:
a. pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;
b. pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi;
c. pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi;
d. pekerjaan di bidang usaha pariwisata;
e. pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi;
f. pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan
penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
g. pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
h. pekerjaan di bidang media masa;
i. pekerjaan di bidang pengamanan;
j. pekerjaan di lembaga konservasi:
k. pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak
bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.

Jadi, pada dasarnya pada hari libur resmi pun, pengusaha dapat mempekerjakan pekerja jika:

1. sifat pekerjaan tersebut memang harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus; atau
2. ada kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha.

Melihat pada jenis usaha perusahaan tempat Anda bekerja (konveksi), maka tidak termasuk ke dalam jenis pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus. Akan tetapi, sebagaimana telah diuraikan di atas, pengusaha juga dapat mempekerjakan pekerja pada hari libur resmi jika ada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha.
Berdasarkan Pasal 6 Kepmenaker 102/2004, untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan. Perintah tertulis dan persetujuan tertulis tersebut dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan pengusaha.
Pengusaha harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur. Mengenai upah lembur pada hari libur resmi, Anda dapat membaca dalam artikel yang berjudul Ketentuan Upah Kerja Lembur Pada Hari Lebaran. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Pelanggaran !
Jika perusahaan melakukan tindakan diskriminatif kepada pekerjanya, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif (Pasal 190 ayat [1] UU Ketenagakerjaan). Sanksi adminisitratif tersebut berupa (Pasal 190 ayat [2] UU Ketenagakerjaan):
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
Pasal 153 ayat (1) huruf i UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan
pemutusan hubungan kerja dengan alasan: karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; Pemutusan hubungan kerja karena alasan-alasan di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 153 ayat [2] UU Ketenagakerjaan).
Jadi, perbuatan bos/pengusaha tersebut tidak dapat dibenarkan melihat pada ketentuan-ketentuan UU Ketenagakerjaan di atas. Baca juga saat di konfirmasi Desi istri Agus mengaku adik kandungnya: http://www.jejakkasus.com/berita/desi-mengaku-sebagai-adik-agus-liantono-
terkait-kasus-pencurian-listrik-dan-gaji-di-bawa-umr-pt-sjp-mojokerto-sampai-berita-di-angkat- jejak-kasus. (Pria Sakti/Ilyas)