SUMENEP, www.jejakkasus.info- lantaran tidak punya uang jaminan untuk mendapatkan donor
darah di Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Sumenep, Subairi (59), warga Desa
Pangarangan, Kecamatan Kota, Sumenep, dibiarkan terlantar selama 6 hari di
rumah sakit daerah (RSD) dr H Moh Anwar Sumenep. Korban yang masuk sebagai
pasien miskin itu belum mendapatkan pelayanan transfusi darah, sejak masuk
Sabtu (11/10) hingga Kamis (16/10), karena tidak ada persediaan darah.
"Yang mau mendonorkan darah pada pasien banyak, kemarin saja sudah ada satu warga yang mendonorkan darahnya, tapi darahnya ditahan, karena tidak bisa membayar uang jaminan," kata Muhri (28), salah seorang aktifis yang mendampingi pasien miskin di RSD Moh. Anwar Sumenep, Kamis (16/10).
Menurutnya, pasien miskin itu saat ini kondisinya sangat sangat kritis dan membutuhkan secepatnya penangan medis oleh rumah sakit. Karena berdasarkan hasil rekam medis, Hemoglobin atau molekul protein pada sel darah Subairi hanya tinggal 2,3, sehingga JIKA tidak segera tertangani pasien tersebut bisa mati.
"Jika tidak segera tertangani, bisa mati pasien ini, karena ukuran normal hemoglobin (HB) 14, sedang HB pasien saat ini sudah tinggal 2,3," kata Muhri.
Penderita animia itu, membutuhkan sekitar 10 kantong darah dengan uang jaminan sekitar Rp 3,5 juta, sementara korban tidak memiliki uang untuk dijadikan jaminan. Selain itu, empat bulan lalu pasien menjalani perawatan di rumah sakit dengan yang sama yakni Anemia.
Menurutnya, sewaktu Subairi pertama kali masuk rumah sakit, dan masih memiliki uang jaminan, proses pengurusannya cepat dan tidak bertele-tele. Tapi giliran korban sakit lagi dan tidak punya uang jaminan, maka pengurusannya sangat sulit.
Kepala unit transfusi darah (UTD) PMI Kabupaten Sumenep Moh Saleh, membenarkan jika untuk mendapatkan stock darah, keluarga pasien harus membayar uang jaminan, termasuk warga miskin yang biaya kesehatannya ditanggung oleh pemerintah. Uang jaminan pasien akan dikembalikan oleh PMI, setelah dana bantuan bagi warga miskin dari pemerintah turun.
Pemberlakuan uang jaminan atau uang titipan bagi keluarga pasien rumah sakit yang membutuhkan darah, lantaran PMI kerap tidak memiliki dana untuk oprasional. Sehingga jika menunggu bayaran dari pemerintah, yang pembayarannya sering terlambat, PMI akan keteteran untuk melakukan kegiatan.
"Sebelumnya, PMI pernah tidak memberlakukan uang jaminan, tapi pembayarannya sering terlambat dari pemerintah, maka terpaksa kami memberlakukan uang jaminan,” kata Moh Saleh, UTD PMI Sumenep.
Kabid Pelayanan RSD Dr Moh Anwar Sumenep, Tatik mengaku tidak tahu menahu tentang uang jaminan itu. Sebab, kebijakan tersebut merupakan kebijakan murni dari PMI.
Menurutnya, pihak rumah sakit telah membuat kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU), yang ditanda tangani kedua belah pihak. Dalam MoU tersebut pihak rumah sakit akan membayar piutang pada PMI setelah klaim 15 hari dari pembayaran pemerintah.
"Maaf kami tidak tahu menahu masalah uang jaminan yang diterapkan PMI, masalah itu urusan internal PMI," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Sumenep, A Fatoni, menyayangkan sikap rumah sakit yang terkesan membiarkan pasiennya terlantar, hanya karena persoalan uang jaminan. Padahal, berdasarkan peraturan pemerintah, semua pembiayaan pasien sudah termasuk dan akan dibiayai oleh pemerintah, sehingga tidak ada lagi pasien yang ditelantarkan oleh rumah sakit, karena semua warga harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama tanpa ada pengecualian.
"Aturan pemerintah mengamanahkan semua pembayaran untuk satu diagnose menjadi satu paket dalam tindakan medis itu," pungkasnya.
"Yang mau mendonorkan darah pada pasien banyak, kemarin saja sudah ada satu warga yang mendonorkan darahnya, tapi darahnya ditahan, karena tidak bisa membayar uang jaminan," kata Muhri (28), salah seorang aktifis yang mendampingi pasien miskin di RSD Moh. Anwar Sumenep, Kamis (16/10).
Menurutnya, pasien miskin itu saat ini kondisinya sangat sangat kritis dan membutuhkan secepatnya penangan medis oleh rumah sakit. Karena berdasarkan hasil rekam medis, Hemoglobin atau molekul protein pada sel darah Subairi hanya tinggal 2,3, sehingga JIKA tidak segera tertangani pasien tersebut bisa mati.
"Jika tidak segera tertangani, bisa mati pasien ini, karena ukuran normal hemoglobin (HB) 14, sedang HB pasien saat ini sudah tinggal 2,3," kata Muhri.
Penderita animia itu, membutuhkan sekitar 10 kantong darah dengan uang jaminan sekitar Rp 3,5 juta, sementara korban tidak memiliki uang untuk dijadikan jaminan. Selain itu, empat bulan lalu pasien menjalani perawatan di rumah sakit dengan yang sama yakni Anemia.
Menurutnya, sewaktu Subairi pertama kali masuk rumah sakit, dan masih memiliki uang jaminan, proses pengurusannya cepat dan tidak bertele-tele. Tapi giliran korban sakit lagi dan tidak punya uang jaminan, maka pengurusannya sangat sulit.
Kepala unit transfusi darah (UTD) PMI Kabupaten Sumenep Moh Saleh, membenarkan jika untuk mendapatkan stock darah, keluarga pasien harus membayar uang jaminan, termasuk warga miskin yang biaya kesehatannya ditanggung oleh pemerintah. Uang jaminan pasien akan dikembalikan oleh PMI, setelah dana bantuan bagi warga miskin dari pemerintah turun.
Pemberlakuan uang jaminan atau uang titipan bagi keluarga pasien rumah sakit yang membutuhkan darah, lantaran PMI kerap tidak memiliki dana untuk oprasional. Sehingga jika menunggu bayaran dari pemerintah, yang pembayarannya sering terlambat, PMI akan keteteran untuk melakukan kegiatan.
"Sebelumnya, PMI pernah tidak memberlakukan uang jaminan, tapi pembayarannya sering terlambat dari pemerintah, maka terpaksa kami memberlakukan uang jaminan,” kata Moh Saleh, UTD PMI Sumenep.
Kabid Pelayanan RSD Dr Moh Anwar Sumenep, Tatik mengaku tidak tahu menahu tentang uang jaminan itu. Sebab, kebijakan tersebut merupakan kebijakan murni dari PMI.
Menurutnya, pihak rumah sakit telah membuat kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU), yang ditanda tangani kedua belah pihak. Dalam MoU tersebut pihak rumah sakit akan membayar piutang pada PMI setelah klaim 15 hari dari pembayaran pemerintah.
"Maaf kami tidak tahu menahu masalah uang jaminan yang diterapkan PMI, masalah itu urusan internal PMI," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Sumenep, A Fatoni, menyayangkan sikap rumah sakit yang terkesan membiarkan pasiennya terlantar, hanya karena persoalan uang jaminan. Padahal, berdasarkan peraturan pemerintah, semua pembiayaan pasien sudah termasuk dan akan dibiayai oleh pemerintah, sehingga tidak ada lagi pasien yang ditelantarkan oleh rumah sakit, karena semua warga harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama tanpa ada pengecualian.
"Aturan pemerintah mengamanahkan semua pembayaran untuk satu diagnose menjadi satu paket dalam tindakan medis itu," pungkasnya.
infokan
Penyimpangan APBD/ APBN/ Penyalahgunaan Wewenang, Pemalsuan Merek, DLL melalui
Email. beritajejakkasus@yahoo.com
Alamat Kantor sekretariat: Jalan raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto,
kode pos. 61351 Jawa timur. Kontak: 082141523999.Terima kasih sudah berbagi
dengan kami. Klik di sini,www.jejakkasus.info. untuk mengetahui berita
harian Jejak Kasus.
0 comments:
Post a Comment