Wednesday, September 24, 2014

Supremasi Hukum dan Suap

WWW.JEJAKKASUS.INFO, Apa yang di maksud dengan Suremasi Hukum? Supremasi hukum adalah: jaminan terciptanya Keadilan. Keadilan yang adik dan  diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. A. NEGARA HUKUM: Negara hukum adalah negara yang menempatkan hukum pada tempat yang tertinggi, yang meliputi perlindungan terhadap hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, setiap tindakan pemerintah didasarkan pada peraturan perundang-undangan, dan adanya peradilan yang berdiri sendiri.
NEGARA HUKUM INDONESIA 1. Landasan yuridis negara hukum indonesia: Landasan yuridis negara Indonesia sangat kuat. Pasal 18 UUD 1945: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyaratan dalam sistem pemerintahan
negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa" bahkan setelah diamandemenpun, UUD 1945 tetap mengakui daerah istimewa sebagaimana bunyi.
Pasal 18B ayat (1) "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang".
2. Persamaan dalam Hukum? Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara empiric, dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang.
3. Asas Legalitas, dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas
dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.
4. Pembatasan Kekuasaan: Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal.
5. Organ-Organ Eksekutif Independen: Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang bersifat ‘independent’, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi kepolisian dan kejaksaan.
6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak: Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada
dalam setiap Negara Hukum.
7. Peradilan Tata Usaha Negara: Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu ditegaskan tersendiri.
8. Peradilan Tata Negara: Disamping adanya pengadilan tata usaha negara yang diharapkan memberikan jaminan tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara, Negara Hukum modern juga lazim mengadopsikan gagasan pembentukan mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya.
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil.
10. Bersifat Demokratis: Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang
menjamin peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat.
11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara, Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan
negara hukum (nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
12. Transparansi dan Kontrol Sosial: Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peranserta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran.
Apakah Indonesia sudah mencerminkan negara hukum? Menurut saya, Indonesia mampu dikatakan negara hukum, hanya saja pengaplikasiannya menyedihkan dalam kehidupan bernegara yang sebenarnya dilihat dari beberapa oknum hukum yang tidak bertanggung jawab pada kewajibannya dan menjadikan penegakan hukum sebagai ajang memperbanyak uang, dan hal ini yang menyebabkan perbedaan hukum antara orang kaya dan miskin, orang kaya mampu 'membeli' hukum sedangkan yang miskin akan 'dimakan' kerasnya hukum, inilah suatu hal yang memprihatinkan dalam penegakan hukum di Indonesia.
Menyuap Hakim: Pasal 6 ayat (1) huruf a UUPTPK : Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 150 juta, dan paling banyak
Rp 750 juta.
11. Menyuap Advokat: Pasal 6 ayat (1) huruf b UUPTPK : setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurutketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 150 juta, dan paling banyak Rp 750 juta.
12. Hakim dan Advokat menerima suap: Pasal 6 ayat (2) UUPTPK : Bagi hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yg sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
13. Hakim menerima suap: Pasal 12 huruf (c) UUPTPK : Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya atau patut diduga bahwahadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,dipidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 200 jt, dan paling banyak Rp 1 Milyar.
14. Advokat menerima suap: Pasal 12 huruf d UUPTPK: Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding pengadilan menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 200 juta, dan paling banyak Rp 1 Milyar.
15. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan. Pasal 8 UUPTPK : Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 150 jt, dan paling banyak Rp 750 juta. 16. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
Pasal 9 UUPTPK : Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku- buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, dipidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima ) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta, dan paling banyak Rp 250 juta.
17. Pegawai negeri merusakkan bukti: Pasal 10 huruf a UUPTPK : Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya, dipidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 100 juta, dan paling banyak Rp 350 juta.
18. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti: Pasal 10 huruf b UUPTPK : Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan , merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, surat, atau daftar tersebut, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 100 juta, dan paling banyak Rp 350 juta.
19. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti: Pasal 10 huruf c UUPTPK : Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan , merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau atau
pidana denda paling sedikit Rp 100 jt, dan paling banyak Rp 350 juta.
20. Pegawai negeri dan penyelenggara negara memeras: Pasal 12 huruf e UUPTPK : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakankekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp
200 juta, dan paling banyak Rp 1 Milyar.
21. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras: 12 huruf g UUPTPK : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, pada hal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 200 juta, dan paling banyak Rp 1 M
22. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras pegawai negeri atau penyelenggara negara. Pasal 12 huruf f UUPTPK : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara nega yang lain atau kepada kas umum seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara Negara lain atau kas umum tersebut mempunyai utangkepadanya, pada hal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang,dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 200 jt, dan paling banyak Rp 1 M.
23. Pemborong berbuat curang, Pasal 7 ayat (1) huruf a UUPTPK : Pemborong ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau menjual bahan bangunan yang ada pada waktu
menyerahkan bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 100 juta, dan paling banyak Rp 350 juta.
24. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang, Pasal 7 ayat (1) huruf b UUPTPK : setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud huruf a, dipidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 100 jt, dan paling banyak Rp 350 juta.
25. Rekanan TNI/POLRI berbuat curang, Pasal 7 ayat (1) huruf c :Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 100 jt, dan paling banyak Rp 350 juta.
26. Pengawas rekanan TNI / POLRI berbuat curang, Pasal 7 ayat (1) huruf d UUPTPK : Setiap orang yang bertugas mengawasi barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud huruf c, dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 100 juta, n paling banyak Rp 350 juta.
27. Penerima barang TNI / POLRI membiarkan perbuatan curang, Pasal 2 ayat (2) UUPTPK : Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI dan / atau POLRI dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimna dmaksudkan dalam ayat (1).
28. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain, Pasal 12 huruf a UUPTPK : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, pada hal diketahuinya pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 200 juta, dan paling banyak Rp 1 M.
29. Pegawai negeri atau penyelenggara negara turut serta dalam pengadaan yang diurusnya Pasal 12 huruf i UUPTPK: Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurusi atau mengawasi, dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 200 juta, dan paling banyak Rp 1 M.

Penanggung Jawab: PT. PRIA SAKTI PERKASA, No: AHU-13286.40.10.2014, Berita Hukum & Kriminal Harian Jejak Kasus: untuk mengetahui isi Berita Harian Jejak Kasus, khusus menyikapi berita Tindak Pidana/ atau Kriminal Khusus (Krimsus), baik Penyimpangan Hukum/ APBD/ APBN, Pemalsuan Merek, DLL, silahkan klik di sini,www.jejakkasus.info untuk mengetahui isi berita Hukum dan Kriminal. Sekretariat: Jalan raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto, Jatim. Kontak: 082141523999'. (Redaksi Pusat Jejak Kasus). semoga bermanfaat untuk pembaca setia jejak kasus

0 comments: