www.jejakkasus.info,
Dok, dok, dok. Palu sudah diketok dan RUU Pilkada pun disahkan oleh DPR.
Euforia kemenangan ditunjukkan oleh kubu pendukung Koalisi Merah Putih yang
memenangkan voting mengusung pilkada dipilih lewat DPRD. Sujud syukur seperti
yang pernah dilakukan sewaktu pilpres ketika mengeluarkan hasil real count abal-abal
dengan mengclaim kemenangan berada
dipihaknyapun dilakukannya. Salah satu yang melakukan sujud syukur adalah yg
konon disebut sebagai “bapak reformasi”, Amin Rais, yang dulu sempat menjabat
ketua MPR pasca tergulingnya rezim orde baru dan mendukung pemilihan secara
langsung.
Meskipun sebelumnya sudah
banyak diramalkan bahwa kemenangan akan berada pada pengusung pilkada lewat
DPRD jika dilakukan voting berdasarkan perhitungan jumlah suara, namun SBY
sebagai presiden beserta partai Demokratnya dengan “bijaksana” sempat memberi
harapan pada rakyat pendukung pilkada langsung. Harapan tinggi yang akhirnya
jatuh terhempas seiring tindakan walk
out anggota
fraksi tersebut ketika voting berlangsung.
Paling tidak untuk periode 5 tahun ke depan jika jalan terakhir
membatalkan pengesahan RUU tersebut tidak ditolak oleh MK, pemimpin daerah akan
dipilih oleh DPRD. Dengan pemilihan model semacam ini, tokoh-tokoh yang maju
mencalonkan diri melalui jalur independen bisa dikatakan akan tertutup. Hasrat
meraih kekuasaan partai yang tergabung dalam KMP setelah kalah dalam pilpres
kemarin, tentunya tidak akan rela menyerahkan kekuasaan pemerintah daerah pada
orang yang bukan dari partainya. Daerah yang mayoritas anggota parlemennya
dikuasai oleh mereka, akan menjadi ladang bagi-bagi kue kekuasaan. Namun tidak
menutup kemungkinan, akan terjadi juga perselisihan diantara mereka menyoal
ladang yg dianggap basah dan jadi rebutan.
Selain tokoh independent, bagi pemeluk agama non muslim pun akan
terkebiri. Peluangnya sangat kecil jika mengharapkan munculnya Ahok2 baru
didaerah yg dikuasai KMP. Ingat, didalam koalisi tersebut ada partai yang
katanya berlandaskan islam, semacam PKS, PAN dan PPP. Suara mereka didalam
koalisi tsb cukup besar dan nyaring. Seperti diketahui sewaktu dalam kampanye
sering terdengar suara menyerukan tidak pantasnya dari golongan non muslim
diangkat jadi pemimpin. Beralasan hal ini, tentunya ketiga partai tersebut jika
konsisten dengan yang disuarakan akan terus berjuang menggagalkan pimpinan
daerah yang bukan satu keyakinan.
Melihat fenomena ini, jadi
cukup mengherankan jika ada penganut non muslim yang malah mendukung koalisi
tersebut dan bersorak atas kemenangan pilkada dipilih oleh DPRD. Mereka tidak
menyadari hak yang sudah disepakati dalam konstitusi to vote or to be vote tidak
bisa digunakan lagi. Dukungan yang diberikan mungkin saja hal ini didasari oleh
2 alasan. Sudah begitu jatuh cinta dan terbius penampilan sosok Prabowo atau
hanya pelampiasan ketidak senangannya pada Jokowi beserta partainya juga yang
mendukung.
Untuk 5 tahun ke depan jika RUU
Pilkada ini dijadikan UU, pastinya KMP akan pesta pora. Memilih dan mengatur
pemimpin daerah akan dilakukan dengan seenakudele dewe. Tidak menutup kemungkinan juga akan
dijadikan jalan untuk balas dendam pada pemerintahan mendatang. Adalah hal lucu
RUU Pilkada yang sudah sekitar 3 tahun lalu digulirkan oleh pemerintah, walau
mekanisme pemilihan kepala daerah sedikit berbeda dan sudah dibahas tapi
mengalami dead
lock, tapi
kenapa sekarang diangkat lagi dan disepakati setelah KMP mengalami kekalahan
dalam pilpres. Bisa ditebak kemana arah yang akan dilakukan oleh Koalisi Merah
Putih ini.
Walaupun untuk periode mendatang mereka masih bisa menepuk dada
dan bangga dgn lolosnya RUU Pilkada ini, namun bisa jadi periode berikutnya
akan menjadi bumerang bagi koalisi ini. Suara akar rumput yang semula mendukung
Prabowo dalam pilpres setelah melihat kelakuannya sejak menarik diri sewaktu
rekapitulasi KPU berlangsung dan juga tindakan2 KMP selama mengajukan sengketa
pilpres ke MK, bahkan sampai saat ini belum mengakui kekalahan dan tidak
memberi selamat pada presiden terpilih, dukungan sudah mulai berguguran.
Melihat kejadian ini tidak menutup kemungkinan yg dulu sempat mendukungnya
nanti dalam pilihan legislatif memilih golput atau pilihan dialihkan pada
partai koalisi Jokowi, jika roda pemerintahan baru bisa berjalan dengan baik
dan tidak terlibat kasus korupsi. Apalagi ditambah adanya orang-orang yang
merasa hak memilih dan dipilih telah dirampas oleh UU Pilkada yang baru ini.
Bila perhitungan ini bisa benar
terjadi dan dalam pemilihan legislatif mendatang perolehan suara partai yang
tergabung dalam KMP anjlok, yang diuntungkan adalah koalisi pemerintah baru dan
dikomandani PDIP. Selanjutnya mereka akan menjadi mayoritas di DPR dan DPRD
pada periode berikutnya. Koalisi Merah Putih pun akannelangsa akibat UU yang mereka sepakati dan menjadi
bumerang akhirnya memakan korban diri sendiri. Resiko melakukan politik instan
dan hanya berpikir jangka pendek demi memenuhi hasrat kekuasaan dan sakit hati
hingga tega merampas hak warga untuk memilih dalam pesta demokrasi.(JK1).
0 comments:
Post a Comment