Friday, October 9, 2015

Kapolsek Mengaku Terima Atensi dari Tambang Pasir Kasus Salim Kancil


Lumajang – www.jejakkasus.com - Tiga oknum polisi yang diduga menerima gratifikasi terkait penambangan pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar, kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Salim Kancil dibunuh dengan sadis oleh kelompok orang yang diduga preman tambang.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan, semua pihak yang terlibat pelanggaran hukum pasti diproses, baik pengusaha, petani, maupun kepala desa. "Termasuk, tiga polisi tentu akan diproses," ujarnya di Bawaslu, Kamis (8/10).
Menurut Badrodin, ketiga oknum polisi tersebut sedang diproses di Polda Surabaya. Kendati demikian, menurut mantan Kapolda Jawa Timur itu, tidak akan sampai memecat ketiga oknum polisi tersebut.
"Dasarnya apa. Kalau gitu Kapolri juga dicopot dong karena itu wilayah Kapolri," kata Badrodin.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, terdapat tiga orang oknum polisi yang diduga terlibat menerima gratifikasi dalam kasus tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur. Di tempat ini, Salim Kancil dibunuh dengan sadis oleh kelompok orang yang diduga preman tambang.
"Ini namanya terperiksa, sekarang berkasnya sedang diselesaikan Provos," ujar Raden saat dihubungi, Rabu (7/10). Raden menjelaskan, ketiga anggota oknum polisi tersebut, yakni AIPDA SP, IPDA SH, dan AKP S. Perbuatan mereka, lanjut Raden, dinilai menurunkan martabat kepolisian.
Setiap melakukan patroli, ketiganya selalu mampir ke rumah kepala desa. Saat itu, oknum polisi tersebut mendapatkan tip dari kepala desa sebesar Rp 100 ribu - Rp 150 ribu. "Ini masih pelanggaran disiplin saja, tindakan umum belum ada," Raden menambahkan. 
 Tiga oknum anggota Polsek Pasirian yang diperiksa terkait suap penambangan ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mengaku menerima setoran uang suap dari aktivitas tambang pasir ilegal selama enam bulan.

"Dari pengakuan, baru enam bulan. Tapi, pertambangannya sudah setahun, sejak awal 2014," kata Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadivpropam) Polri Irjen Budi Winarso di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, Divpropam sudah memeriksa ketiganya. "Ketiganya sudah kami periksa. Kanit kan sudah tahu bahwa itu penambangan ilegal, tapi mengapa tidak dihentikan," ujarnya.

Budi menyebut, oknum penerima suap dari aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut bukan hanya polisi.

"Bukan polisi saja oknumnya, tapi macam-macam. Mereka mengambil jatah preman. Apa pun alasannya, tidak boleh. Makanya kita periksa," ujarnya.

Dari hasil pemeriksaan, diketahui ketiganya menggunakan modus patroli harian untuk menerima uang 'setoran'.

Budi menjelaskan, ketiga oknum tersebut merupakan kapolsek, kanit serse, dan babinkamtibmas.

Pemeriksaan ketiganya dilakukan sebagai bagian dari pengusutan kasus pembunuhan seorang aktivis antitambang di Lumajang, Salim Kancil.

Sementara, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti membantah bila ketiga oknum polisi terkait dengan kematian Salim Kancil.

"Ini tidak ada kaitannya (dengan pembunuhan Salim Kancil). Kita harus ada fakta hukum. Beda antara suap dan pembunuhan. Kalau ada fakta hukum mengatakan seperti itu, pasti akan kita cari," ujar Badrodin.

Sebelumnya, dua warga Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Salim Kancil dan Tosan, diduga dianiaya sekelompok orang karena menolak kegiatan penambangan pasir ilegal di sekitar Pantai Watu Pecak, Kabupaten Lumajang.

Atas penganiayaan yang berlangsung pada Sabtu, 26 September, Salim Kancil meninggal dunia, sedangkan Tosan mengalami kondisi kritis.

Polda Jawa Timur telah menetapkan sebanyak 37 orang sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.

Sebanyak 24 orang ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan, sedangkan 13 tersangka lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tambang ilegal.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengatakan telah terjadi pembiaran oleh aparat negara dalam tewasnya petani penolak penambangan pasir, Salim alias Kancil yang dibunuh di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, 26 September lalu.
Usai melakukan olah tempat kejadian perkara dan meminta keterangan dari keluarga Salim alias Kancil, Komnas HAM mengetahui bahwa Salim telah melaporkan adanya intimidasi dari pihak Kepala Desa Selok Awar-awar yang diduga melakukan penambangan liar, kepada Polres Lumajang pada 14 September 2015, tetapi tidak ditanggapi.
Bahkan, ketika terjadi penganiayaan yang berujung tewasnya Salim pada 26 September 2015, Komnas HAM mendapat laporan adanya mobil polisi yang lewat di TKP, “tetapi tidak berhenti”.
“Sudah terjadi pembiaran oleh aparat negara,” ungkap Wakil Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, kepada wartawan BBC Indonesia, Rafki Hidayat, Rabu (7/10).
Karena itu, Komnas HAM mendesak penegakan hukum yang tak cuma terhadap warga biasa.
“Pemeriksaan kepada polisi, jangan kepada yang bawahannya saja, karena tidak mungkin mereka bekerja tanpa backup atasannya. Jadi, Kapolres (Lumajang) harus diperiksa juga.”
Ia menambahkan, sejumlah pejabat Pemda Lumajang juga harus diperiksa. Bca selengkapnya di www.jejakkasus.com
Harapan Media Harian Jejak Kasus www.jejakkasus.info- Seluruh lapisan masyarakat dari kalangan bawa hingga atas, dapat ikut berpartisipasi, berbagi informasi, tentang info penyimpangan APBD/APBN/Penyalahgunaan wewenang jabatan/pemalsuan dokumentasi negara serta lainnya, turut serta menyampaikan gagasan atau angan angan, ide-ide yang bersifat membangun, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Beralamatkan: Jalan raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto, kode pos. 61351 Jawa timur. Kontak person: 082141523999, terima kasih sudah berpartisipasi, berbagi dengan kami. untuk mengetahui berita hukum dan kriminal jejak kasus, Klik di sini,www.jejakkasus.info .
(Pria Sakti Direktur Eksekutif Jejak Kasus).

0 comments: