Ketika Tim Jejak Kasus melaporkan Dr Ongko Prabowo tentang dugaan
malpraktek, Namun sampai sekarang pihak Polsek Kedamean dan Polres
Gresik belum menjatuhi sanksi pidana, pasalnya kegiatan dugaan
malpraktek tersebut sudah puluhan tahun berjalan tanpa mengantongi ijin
praktik.
Gresik, www.jejakkasus.com –
Berdasarkan hasil investigasi yang dikantongi Pasukan Khusus (Pansus)
Jejak Kasus dan Radar Bangsa, secara fakta Rumah Sakit (RS) Klinik Rawat
Inap Sumber Sehat, milik Dr Ongko Prabowo, bertahun- tahun telah
melakukan kegiatan dugaan malpraktek. Lokasi RS Sumber Sehat yang
berlokasi di Jl Raya Kademangan No. 20 Kabupaten Gresik ini diduga telah
puluhan tahun juga menyembunyikan kebobrokan Dr Ongko Prabowo berkedok
RS di mata publik.
Kejadian Malpraktek yang membahayakan nyawa para si penderita atau
pasien, terbongkar oleh Pasukan Khusus (Pansus) Jejak Kasus Radar
Bangsa. Ironisnya, para penegak hukum dan Dinas Perijinan bahkan para
DPRD Kabupaten Gresik sampai sekarang enjoy saja. Tidak memberikan
sanksi apapun pada kelakuan bejat malpraktek. Malah Bupati Sambari
menerbitkan Ijin SK untuk Dr Ongko Prabowo dengan No 445/ 133/ HK/
437/2/2012.
Padahal cukup jelas kegiatan malpraktek yang di lakukan oleh Dr Ongko
Prabowo di kediamannya atau tempat malprakteknya Rumah Sakit (RS)
Sumber Sehat, melawan hukum dan melanggar ketentuan UU No 36 tahun 2009
(tentang Kesehatan), yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan
kesehatan tradisional.
Pasal 191, menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin melakukan
praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan
teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Ketika kasus Dr Ongko Prabowo tercium oleh publik, dan beberapa
wartawan telah melakukan investigas, namun wartawan tersebut telah
disuap dan dimasukan sel penjara oleh aparat Polres Gresik yang sudah
tentu bekerjasama dengan Dr. Ongko Prabowo. Yang menjadi kekecewaan
publik, kenapa si penyuap tidak ada sanksi pidana, padahal aturan atau
menurut koridor hukum di Indonesia si penyuap sangat melawan hukum,
yakni melanggar ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), baik pelaku pemberi
maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.
Pasal 5 UU Tipikor
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau
huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
Pasal 12 UU Tipikor
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;
Yang dimaksud dengan “penyelenggara negara” disebutkan dalam penjelasan
Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor adalah penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu:
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan
penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 12B ayat [1] UU
Tipikor). Secara logis, tidak mungkin dikatakan adanya suatu penyuapan
apabila tidak ada pemberi suap dan penerima suap. Gratifikasi dan suap
sebenarnya memiliki sedikit perbedaan, lebih lanjut dapat disimak
artikel Perbedaan Antara Suap dengan Gratifikasi.
Adapun apa yang dimaksud dengan gratifikasi dijelaskan dalam penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor, sebagai berikut:
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang
diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Informasi lebih lanjut mengenai gratifikasi dapat dibaca dalam Buku
Saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Didalam buku tersebut (hal. 19) diuraikan contoh-contoh pemberian
yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi,
yaitu:
1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya
2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut.
3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma.
4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan
5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
Akan tetapi, menurut Pasal 12C ayat (1) UU Tipikor, gratifikasi yang
diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak akan
dianggap sebagai suap apabila penerima gratifikasi melaporkan kepada
KPK. Pelaporan tersebut paling lambat adalah 30 hari sejak tanggal
diterimanya gratifikasi (Pasal 12C ayat [2] UU Tipikor) Jika Tidak ada
dugaan Melindungi atau Melacur Hukum, Setidaknya Ada tindakan Tegas
Terhadap Dr. Ongko Prabowo lakukan Kegiatan Malpraktek Puluhan Tahun
tanpa Ijin. Bersambung Konfirmasi dapat langsung Ke Ponsel Redaksi
Harian Jejak Kasus: 082141523999. (P
ria sakti Perkasa).