Banyuwangi, jejakkasus.com- Di bawah
ini kami susun secara ringkas data yang bisa dijadikan fakta tentang
ketidakjujuran IMN dalam menjalankan amanah Keputusan Bupati Banyuwangi No:
188/05/KP/429.012/2007.
I.IMN
Berdasarkan pada amdal PT. Indo Multi Niaga tahun 2007 hal II-14
Disebutkan :
1. Juml`h cadangan bijih (ore) : 9.600.000 ton
2. Kadar emas rata-rata : 2,3 gram/ton
3. Jumlah total kandungan logam emas : 22, 08 ton
4. Umur tambang *: 14 tahun
5. Produksi emas pertahun : 1,577 ton
6. Metode penambangan : Tambang Dalam/Bawah Permukaan
II. INTREPID
Berdasarkan pada bendel presentasi CEO INTREPID Mr. BRAD GORDON pada mei
2011 pada hal 5, 10 dan PRELIMINARY ECONOMIC ASSESSMENT for TUJUH BUKIT OXIDE PROJECT
in EAST JAVA INDONESIA by KAPPES, CASSIDAY & ASSOCIATES hal 88, 92, 94, (
data berlaku mulai 1 Juni 2011 )
Disebutkan :
1. Jumlah cadangan*bijih (ore) : 57.000.000 ton
2. Kandungan emas : 510,04 ton
3. Kandungan perak : 2 488 ton
4. Kandungan tembaga : 3 995 200 ton
5. Umur tambang : 8 tahun 10 bulan
6. Metode Penambangan : Multiple open pits
Dan lebih luar biasa lagi berdasarkan pada bendel presentasi CEO INTREPID Mr.
BRAD GORDON pada mei 2011 pada hal 18 jumlah cadangan bijih ( ore ) dikawasan
Tumpang Pitu dan sekitarnya mencapai 2 000 000 000 ton lebih dan akan menjadi
peringkat 10 dari 69 tambang emas yang ada di Indonesia
III. TAMBANG RAKYAT
Dari testimoni dua fasilitator pengolahan tambang rakyat selama 2 tahun ini
dengan pengenaan potongan 15 % untuk biaya pengolahan, rata-rata setiap harinya
pemilik glondongan mampu mengumpulkan 5 ons emas.
Jadi total produksi emas tambang rakyat dari dua fasilitator pengolahan tambang
rakyat selama 2 tahun lebih dari 2 400 kg. Dari testimoni lapangan 2 pengolahan
tersebut hanya mengakomodir kurang dari 50% keseluruhan produksi kelompok tambang
rakyat yang ada.. Jadi bisa dibayangkan berapa emas yang telah keluar dari
Tumpang Pitu ( area tambang rakyat di gunung Manis/petak 56 dan Pancer ) dan
sekitarnya.
Perhitungan sebagai berikut :
1. Jumlah pengenaan ongkos pengolahan 15% per hari : 5 ons
2. Jumlah emas ter-olah per hari : 33,33 ons
3. Jumlah emas ter-olah 2 tahun ( 1 tahun 365 hari) : 2 433 kg
TUMPANG PITU DALAM RUPIAH
(IMN, INTREPIT, dan Tambang Rakyat)
Berdasarkan Tumpang Pitu dalam angka yang telah dipaparkan di atas maka akan
diperoleh akumulasi dalam rupiah sebagai berikut :
( catatan : perhitungan harga emas Rp 400 000,-/gr, harga perak Rp 12 000,-/gr,
harga tembaga Rp 100,-/gr )
I. IMN
a. Total produksi : 22 080 000 gr x
Rp 400 000,- = Rp 8. 832. 000. 000. 000,-
b. Per tahun produksi : Rp 8 832 000 000 000,- : 14 tahun = Rp 630. 857. 140.
000,-
II. INTREPID
Tumpang Pitu dalam waktu +/- 9 tahun
Tumpang Pitu dalam perspektif ke depan ( 2 milyar ton cadangan bijih )
(emas 0,86 gr/ton, perak 23 gr/ton, 70kg/ton )
III. TAMBANG RAKYAT
2 400 kg x Rp 400 000 000,, = Rp 960 000 000 000,-/ tahun
Pada bendel presentasi CEO INTREPID Mr. BRAD GORDON pada mei 2011 pada hal 11
dipaparkan bahwa kebutuhan dana dari INTREPID untuk melakukan eksploitasi di
Tumpang Pitu membutuhkan dana sebesar $ 212 juta atau dalam rupiah kurang dari
2 triliun. Jadi bila berbicara solusi ekonomi maka dengan melihat pemaparan
kasar realita angka dan rupiah diatas bukan hal sulit. Tambang rakyat harus
difasilitasi tentunya melalui pengawasan yang ketat Pemerintah Daerah
Banyuwangi, jika target Pemda untuk mengakumulaasi kapital sebesar Rp. 2
triliun, maka itu sangatlah mudah untuk mendapatkannyadalam waktu yang relatif
singkat. Rp.2 triliun tersebut bisa didapat dari pengenaan biaya dan pajak
penghasilan dalam waktu yang kurang dari 2 tahun. Sedang modal yang diperlukan
untuk memfasilitasi tambang rakyat menurut perhitungan kasar, hanaya akan
menelan be`ya maksimal Rp. 2 milyar.
Kemudian ketika muncul pertanyaan perihal SDM untuk mengeksekusi konsep
pemikiran diatas, bagi kami sendiri bukanlah suatu hal yang sulit. Kami sudah
memiliki dan sanggup mengumpulkan SDM yang mampu untuk semua. Yang menjadi
pertanyaan kami adalah “beranikan eksekutif dan legislatif Banyuwangi
melakukannya ?”
TAMBANG EMAS TUMPANG PITU BANYUWANGI:
BERKAH ATAU KUTUKAN?
Tambang emas di Petak 56 di lereng Bukit Tumpang Pitu, Desa Sumberagung,
Kecamatan Pesanggaran – Banyuwangi yang sempat ditutup setelah peristiwa
pembakaran peralatan pertambangan milik PT IMN, serta terjadinya penembakan
beberapa warga yang dilakukan oleh aparat kepolisian beberapa bulan belakangan,
kini telah dibuka kembali. Berbondong-bondong manusia datang mencari
keberuntungan karena sebelumnya pernah mendengar cerita dari mulut ke mulut
tentang orang-orang yang diuntungkan dari hasil keringat mereka di tempat yang
sama. Saat ini Petak 56 yang terkenal sebagai lahan penambangan rakyat bagi
warga setempat, tetapi bagi P.T IMN adalah tambang liar, yang kemudian istilah
ini diadopsi oleh aparat birokrasi. Di tempat ini kini telah berdiri
beratus-ratus tenda dengan posisi berjubel dimana di bawahnya ada beratus-ratus
lobang yang dikerjakan oleh ribuan penambang layaknya semut pekerja di depan
sarangnya. Pemasangan berwarna warni tenda-tenda serta hiruk pikuk kegiatan
yang ada mengingatkan penulis pada suasana musik-musik festival di
negara-negara maju seperti Australia, Eropa, Amerika yang pernah penulis kunjungi.
Motor-motor yang masuk ke lokasi harus melalui pintu tol serta dikenakan tiket
dengan alasan sumbangan pembangunan. Pembangunan apa? Tidak jelas! Tempat
parkiran motor para penambang menambah ramainya suasana mengesankan adanya
energi manusia dalam ketergesaan.
Manusia berlomba-lomba mendapatkan keberuntungan di sebuah tempat yang awalnya
tidak pernah dikunjungi oleh kebanyakan or`ng karena tempat ini sempat
dimitoskan sebagai kawasan ‘wingit’, ‘angker’ yang dilindungi oleh bala tentara
ghoib penguasa laut selatan Nyai Roro Kidul. Namun kini yang datang ke tempat
itu bukan masyarakat lokal saja, tetapi dari seluruh pelosok tanah air yang
pernah mencoba keberuntungannya di sektor penambangan. Bahkan yang luar biasa,
di balik PT IMN sendiri berdiri kokoh korporasi asing di bawah bendera INTREPID
MINES Co. dari Australia. Semua berlomba-lomba datang untuk mengeruk kandungan
bumi di negeri ini. Dari jauh-jauh mereka datang untuk keberuntungan karena ini
dianggap sebagai berkah yang disediakan oleh alam untuk keperluan manusia.
Berkah sebagai sumber ekonomi untuk menggerakkan roda kehidupan.
Dari aspek perekonomian lokal, kegiatan pertambangan ini boleh dibilang cukup
merangsang kelesuan pasar lokal yang sempat lesu ketika pertambangan rakyat
ditutup karena kasus perusakan peralatan PT IMN dan penembakan aparat kepada
beberapa penambang rakyat. Pasar kembali diramaikan oleh para penambang yang
datang dari berbagai macam daerah. Para pedagang mulai dari sayur mayur sampai
ke pedagang peralatan ringan yang dibutuhkan oleh para penambang untuk
sementara boleh bergembira. Bahkan para pengijon yang menawarkan modal kepada
para penambang dalam bentuk uang kontan sampai dalam bentuk kredit peralatan
ringan, juga diuntungkan dengan dibukanya kembali pertambangan di Petak 56.
Orang lupa bahwa dalam konteks logika ekonomi segala kemungkinan hidup itu
terbukti tidak pernah jauh dari hukum: siapa kuat-dia-menguasai. Dalam hal
pencarian keberuntungan di Bukit Tumpang pitu inipun hukum yang sama masih
berlaku. Jadi apakah Bukit Tumpang Pitu hanya akan memerikan berkah saja?
Jawabnya tentu saja tidak! Tulisan ini berusaha mengupas tentang porsi berkah
dan jumlah kutukan yang dengan pasti mengena pada sebagian besar penambang yang
sedang mencari keberuntungan di tempat ini.
PT IMN didukung oleh INTREPID MINES adalah raksasa yang sangat kuat. Ia tidak
taktt dengan Nyai Roro Kidul. Karena dengan modal, mereka bisa menguasai
kekuatan di atas penguasa Lautan Selatan itu. Mereka bisa menguasai semua dukun
yang bisa menjadi makelar iblis setan gentayangan, mereka bisa membayar semua
preman yang bisa dibeli dengan uang, mereka bisa membayar aparat kepolisian
untuk menjadi pelindung kegiatan modal asingnya, mereka bisa menyediakan
tuntutan para komprador yang duduk dalam kekuasaan birokrasi dan politik,
mereka bisa membeli informasi yang keluar dari mulut sampai keringat manusia
dalam melakukan penelitian data-data lapangan, mereka bisa membeli perangkat
canggih dari komputer sampai penggunaan satelit mata-mata, mereka bisa membeli
peralatan lunak sampai yang terkasar dan terbesar untuk melaksanakan pekerjaan
pertambangan. Mereka juga bisa membeli nyawa manusia jika itu diharuskan.
Sementara penambang rakyat dengan modal pas-pasan adalah kelompok lemah yang
dikalahkan. Informasi tentang letak keberuntungan hanya mereka dapatkan dari
mulut kemulut yang ditunjang oleh dupa dan doa para dukun makelar iblis yang
pamrih materi hasil produksi ataupun pra produksi yang tidak jarang membuat
para penambang jatuh miskin dari konsultasi semacam ini. Peralatan yang mereka
miliki hanyalah betel palu dan peralatan sederhana yang hanya membutuhkan
tenaga manual manusia. Kalupun mereka menggunakan pompa ‘submersiveble’yang
tidak murah itu, itu pun hanya bisa dimiliki oleh mereka yang memiliki sedikit
modal awal dari usaha lain sebelum mereka jadi penambang. Hal lain yang perlu
dipahami adalah bahwa kebanyakan dari penambang rakyat ini tidak begitu
mengerti tentang jenis perbatuan dalam konteks geologi. Sehingga sering mereka
berhadapan dengan ketidak beruntungan setelah menghabiskan begitu banyak harta
kekayaan mereka sebelum menjadi penambang dan pulang dengan tangan hampa
sebagai orang yang lebih miskin.
Dalam pemahaman geologi, ada dua faktor yang perlu dipahami yaitu kawasan
porphyry dan epithermal. Kawasan porphyry atau kawasan yang memiliki kandungan
emas semburat rata itu biasanya untuk mendapatkan biji emasnya harus melalui
beberapa prosedur yang tidak murah. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh
perusahaan pertambangan yang memiliki modal besar. Karena dengan tersebarnya
kandungan emas itu berarti bahwa posisi*emas tersebar rata mengakibatkan
penipisan kandungan. Artinya emas dalam bahan mentah yang belum diolah dalam
jumlah 1 ton jika diproses ddngan akumulasi modal pas-pasan bisa sangat merugikan
penambang yang mengandalkan mdtode pertambangan manual. Karena emas dari
batu-batu material dari kawasan porphyry hanya bisa lebih mudah diikat dengan
cyanida dan hydropoxy. Bagi PT IMN dan INTREPID MINES pertambangan jenis ini
akan lebih cocok dibandingkan dengan pertambangan rakyat yang mengandalkan
kondisi epithermal.
Di kawasan Bukit Tumpang Pitu, daerah yang bisa dikatakan sebagai kawasan
epithermal atau kawasan emas lepas, tertnyata kandungan emas lepasnya hanya
terdapat pada beberapa titik saja. Salah satunya adalah berada di kawasan Petak
56 yang sekarang jadi kawasan perebutan pencarian keberuntungan ribuan orang
dari berbagai pelosok tanah air. Emas lepas itu tidak tersebar rata, tetapi
terkonsentrasi pada alur urat batu yang memiliki kandungan Au atau emas dengan
kadar yang berbeda. Jadi dalam hal ini, dari ribuan orang yang mencari
keberuntungan tersebut, hanya beberapa orang yang akan menabrak keberuntungan.
Akibatnya bisa ditebak. Mayoritas dari mereka bisa dipastikan sebagai kelompok yang
kalah. Apalagi bila mereka hanya didukung oleh modal pas-pasan dengan cepat
mereka akan gulung tikar.
Dampak sosial dari perburuan keberuntungan ini ternyata begitu bervariasi. Dari
hasil pengamatan serta wawancara dengan beberapa nara sumber formal dan
informal, pertambangan di Bukit Tumpang Pitu bisa disimpulkan lebih banyak
mengarah pada sisi ndgatif ketimbang dampak perekonomian lokal yang cenderung
positif.
Dampak sosial bisa dibagi dua. Yaitu bagi mereka yang mendapat keberuntungan
dan mereka-mereka yang gagal mendapatkannya. Bagi yang beruntung, akan
mengangkat status sosial mereka pada jenjang yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Namun ketika hal itu tidak dibarrengi oleh kecerdasan emosi, spiritual dan
intelektual, berkah keberuntungan bisa menjadi kebalikan dalam kehidupan
berkeluarga mereka. Contohnya, ketika seseorang mendadak kaya, mereka akan
membelanjakan hasil keberuntungan pada benda-benda prestise yang belum tentu
menjadi kebutuhan sehari-hari. Misalnya dengan membeli mobil-mobil mewah yang
beaya perawatannya akan menfuras kocek yang hanya diisi oleh ketidakpastian
nasib dalam bergulat sebagai penambang. Akibatnya keberuntungan menjauh dari
mereka dalam waktu yang relatif singkat mereka kembali menjadi lebih miskin
dari sebelumnya. Kemiskinan mana juga menciptakan masalah lain dalam berumah
tangga mereka. Dari data yang penulis dapat dari catatan sipil KUA daerah
Kecamatan Pesanggaran dan sekitarnya mengalami kenaikan tingkat perceraian
sejak tiga tahun belakangan dengan tren semakin meningkat hari ini.
Gambaran suram lain dari para penambang rakyat yang*gagal adalah mereka-mereka
yang memulai perburuan emas dengan modal paspasan dari menjual tanah atau
benda-benda lain yang menjadi andalan keluarga dalam menyambung hidup. Tergiur
dengan iming-iming penghasilan milyaran rupiah, mereka melakukan perjudian
nasib. Namun ketika tidak dibekali oleh ilmu pengetahuan geologi yang memadai,
mereka menggunakan jasa para dukun untuk menentukan titik gali dan kebanyakan
dari mereka menemukan kegagalan dan tentunya kebangkrutan. Ada yang tidak mampu
meneruskan penggalian karena modal mereka macet ditengah jalan, dan ada pula
yang gagal karena memang salah dalam menentukan titik gali. Konsekuensinya,
banyak dari mereka menjadi nekad dan menggunakan metode kekerasan dalam
mencapai tujuannya.
Kebanyakan dari mereka lalu berkolaborasi dengan para aparat militer maupun
kepolisian untuk memaksa para penambang yang lobangnya terdengar ada
tanda-tanda sudah menghasilkan biji-biji emasnya atau yang dikenal dengan
sebutan lobang ‘cair߿�$99
untuk diminta memberikan sebagian hasil lobangnya kepada mereka. Mereka-mereka
ini kemudian mendapat sebutan sebagai ‘pengamen’ karena tidak mau disebut
kelompok ‘peminta-minta’ atau ‘perampok’ lobang. Bahkan bukan rahasia lagi jika
banyak para oknum aparatpun mendeklarasikan diri sebagai oknum pelindung atau
pengaman yang menghendaki setoran jatah keamanan dari para pdmilik lobang
galian. Dan bagi pemilik lobang, banyak dari mereka juga berlomba-lomba untuk
melakukan pendekatan kepada para aparat yang lebih tinggi pangkatnya untuk
mendapat legitimasi perlindungan dari oknum-oknum aparat yang lebih rendah
pangkatnya tapi lebih serakah dari atasannya.
Bagi para penambang gagal yang kemudian menjadi pengamen, boleh dibilang perekonomian
mereka agak sedikit tertolong dari kebangkrutan yang menyolok. Tetapi bagi
mereka yang tidak memiliki kemampuan sebagai ‘pengamen’, nasib mereka sangat
tragis. Sudah kehabisan dana dan di rumahpun mereka tidak diterima oleh
keluarganya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan angka
perceraian dan angka transmigrasi ke lain daerah. Bahkan tidak jarang dari
mereka yang memilih jadi TKI atau TKW legal maupun illegal di negeri orang.
Dari pengamatan singkat ini, tentunya, dan seharusnya bisa menjadikan
kepedulian para pembuat kebijakan daerah maupun pusat yang mengemban amanah
dari rakyat untuk memperhatikan dan menimbang kembali keputusan-keputusan yang
sudah diambil maupun yang akan dibuat dalam menangani masalah pertambangan ini.
Pertambangan di Bukit Tumpang Pitu akan menjadi berkah dan bukan kutukan
apabila pemerintah daerah maupun pusat mau duduk bersama merancang kebijakan
untuk kepentingan bersama dengan membentuk badan pengelolaan pertambangan Bukit
Tumpang Pitu dalam bentuk BUMD atau BUMN serta melibatkan rakyat sebagai
share-holder yang diperlukan untuk mengakumulasi modal dan sistem check and
balance yang sangat dibutuhkan dalam membangun kehidupan sehat sebuah
perusahaan negara.
INDONESIA BANGKITLAH !
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Selama ini Pemerintah NKRI belum
pernah melakukan audit terhadap kekayaan Sumber Daya Alam kita secara benar dan
dipublikasikan secara transparan. Karena tidak adanya AUDIT tersebut, kita
seperti orang yang memiliki kekayaan dalam bentuk kartu ATM tetapi tidak pernah
tahu dan tidak pernah bisa mengambil isinya karena nomer PIN untuk
pengambilannya ada di tangan orang ASING.
Contoh konkritnya adalah kekayaan kita di Tumpang Pitu, Desa Sumberagung,
Kecamatan Pesanggaran – Banyuwangi. Disitu ada deposit emas, perak, tembaga dan
molybdenum yang begitu besar. Rakyat Banyuwangi tidak pernah tahu jumlahnya.
Tetapi orang ASING dengan bantuan komprador Indonesia, yaitu PT Indo Multi
Niaga (IMN), datang ke tanah air membawa modal sebesar $212 juta (setara dengan
Rp.1.876.800.000.000) atau kurang dari RP.2 triliun. Dalam jangka waktu 8 tahun
mereka akan membawa keluar kekayaan bangsa Indonesia sebesar lebih dari
Rp.15.000 triliun (Angka tersebut sebagai hasil perhitungan jika harga emas hanya
senilai Rp.400.000/gram, perak Rp.12.000/gram, tembaga Rp.100/gram.). Dari
perhitungan tersebut, emas yang akan diproduksi senilai Rp.2.550 triliun.
Tentu saja dengan keuntungan sebesar itu IMN mampu memainkan peran sebagai
sinterklas yang baik hati dan seakan-akan sebagai juru selamat bagi
perekonomian lokal dengan membuka lapangan kerja bagi penduduk lokal. Tetapi
sesungguhnya mereka hanyalah alat pengusaha ASING yang ingin mengeruk kekayaan
SDA NKRI untuk kemudian membawanya keluar dan memutarnya di luar wilayah NKRI.
Sementara yang diputar di dalam NKRI hanyalah bagian terkecilnya saja.
Menimbang pada rasa KEADILAN yang termaktub dalam UUD 45 pasal 33, maka rakyat
Banyuwangi sebagai warga negara NKRI berhak menanyakan hak-haknya. Yaitu: Hak
mendapat INFORMASI yang BENAR, hak KEPEMILIKAN terhadap SDA dalam wilayah
kedaulatan NKRI, dan hak menentukan nasibnya yang didukung oleh UUD 45.
Oleh sebab*itu kami meminta agar seluruh rakyat Banyuwangi bersatu padu untuk
mendorong Pemda Kab Banyuwangi agar:
melakukan moratorium semua kegiatan pertambangan Asing
mempublikasikan hasil AUDIT kegiatan pertambangan asing secara transparan
mengevaluasi kembali nilai kemitraan antara Pemda dan Pemodal
menyusun PERDA pertambangan nasional
membentuk badan koperasi rakyat dalam bentuk BUMD
mempekerjakan profesional nasional sebagai tenaga ahli
melibatkan seluruh masyarakat Banyuwangi sebagai pemilik saham untuk
mengakumulasi dan mengelola modal
RAKYAT INDONESIA BERSATULAH !
MARI BERJUANG DEMI KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN BERSAMA
KONSORSIUM PENYELAMAT ASET BANGSA
TULISAN UNTUK ANGGOTA DEWAN DAN PEMDA BANYUWANGI MENGENAI TUMPANG PITU
Oleh: Dr. Yos Suprapto, MA
Assalamualaikum Wr.Wb., Om Swastiastu, Shalom, Damai Sejahtera Untuk Kita Semua
LATAR BELAKANG:
Banyuwangi adalah tanah kelahiran yang menyisipkan kenangan indah ketika saya
masih kecil. Meskipun tidak lama saya menikmati hidup di desa nenek moyang
saya, karena orang tua saya mendapatkan pekerjaan di Surabaya, saya masih ingat
betapa kehidupan sederhana kami telah menanamkan sebuah kenangan yang tidak
mudah saya lupakan. Bangorejo ketika saya masih kecil adalah sebuah desa yang
dikelilingi oleh aliran air sungai dan kanal-kanal yang membuat sawah dan
ladang kami selalu memproduksi hasil bumi yang berkelimpahan. Bahkan dengan
hasil bumi tersebut, seperti halnya kakek dan nenek saya, banyak keluarga yang
bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang akademik di luar kebiasaan anak
petani. Bisa dimengerti, sebab pada waktu itu pendidikan tinggi merupakan
privilege tersendiri dari stratifikasi kelompok masyarakat tertentu. Bagi anak
petani, pendidikan tinggi merupakan sesuatu diluar imajinasi mereka. Tetapi
bagi sebagian kecil, itu merupakan anugerah yang tak terhingga nilainya.
Begitulah desa Bangorejo yang dinamik dalam keterpencilannya.
Setelah 40 tahun meninggalkan desa kelahiran itu dan kembali untuk menyusun
ingatan masa kecil, ternyata kenangan indah tadi tersobek oleh kenyataan bahwa
perubahan fisik (seperti perubahan fisik diri saya atau juga yang dialami oleh
setiap orang yang mengalami fase penuaan) Kabupaten Banyuwangi ternyata membawa
kejutan tersendiri. Jalan-jalan sudah berASPAL, namun masih bergelombang
dahsyat. Dari Kalibaru sampai Jajag, jalan-jalan aspal tadi membuat speedometer
mobil tua saya bisa tidak berfungsi karena kabel-kabelnya rontok. Rumah-rumah
mewah dibangun menjorok ke jalan-jalan seakan mempertontonkan kemakmuran
penghuninya. Tapi setelah saya sampai di rumah bapak saya dan bersosialisasi
dengan sanak saudara, saya baru tahu bahwa rumah-rumah mewah tadi ternyata
hanya tampak dari depannya saja. Di belakang rumah masih tetap seperti dulu,
dan bahwa para istri sanak saudara saya tidak ada di rumah karena mereka harus
bekerja menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang. Dari sini saya melihat
kemegahan pembangunan fisik di Banyuwangi ternyata berdiri diatas dasar yang
sangat rapuh serapuh tanah-tanah labil jalan-jalan Kabupaten.
Mdngapa saya sangat ingin pulang ke tanah kelahiran saya? Ini semua berawal
ketik` pada tahun 2000 saya pulang karena setahun sebelumnya saya diminta
pulang oleh Gus Dur mantan Presiden RI untuk membantu teman-teman membangun apa
yang bisa dibangun di negeri ini. Tapi ketika saya pulang pada akhir tahun 2000
sebelum saya kebagian pekerjaan, Gus Dur sudah dilengserkan, dan saya harus
kembali ke dunia akademik dan mengajar di beberapa Universitas di Yogyakarta.
Dua tahun lalu ketika saya pulang kampung, saya bertemu dengan beberapa aktivis
lokal dan memberikan banyak informasi tentang Tumpang Pitu. Tumpang Pitu bagi saya
adalah sebuah tempat yang pernah melekatkan sebuah harapan dalam ingatan
masalalu mengenai masa depan yang gemilang. Karena dari cerita ayah yang beliau
terima dari cerita kakek buxut, Tumpang Pitu menyimpan begitu besar kekayaan
yang akan dipergunakan untuk kesejahteraan anak cubu. Saya pernah bertanya:
“Anak cucu siapa itu?” Ayah menjawabnya: “Ya anak cucu kita”. Tapi betulkah
itu?
Pada jaman Blambangan pemerintah melakukan kesepakatan dengan Portugis. Menukar
emas yang diambil dari Tumpang Pitu dengan meriam-meriam untuk menghadapi
kekuatan Mataram dan VOC.
Pada Jaman Mataram setelah Blambangan dihancurkan, Belanda menjarahnya untuk
membangun kerajaan Holandia dengan alasan membuja perkebunan-perkebunan.
Pada jaman peralihan, Jepang mengendus adanya harta kekayaan untuk anak cucu
tersebut. Mereka masuk ke Tumpang Pitu untuk melakukan penjarahan dalam
membeayai perang di Asia dan Pasifiknya.
Pada jaman Reformasi, ternyata yang datang ke Tumpang Pitu adalah tetap anak
cucu orang-orang asing dengan menggunakan bangsa Indonesia sebagai pintu
pembuka jalan, persis seperti pada jaman Mataram yang bekerja sama dengan VOC.
Dari penelitian kami, ternyata PT Indo Multi Niaga hanya sekedar komprador yang
dibelakangnya adalah perusahaan tambang kecil yang di bawah bendera INTREPID
MINES dari negara Australia.
Nah ketika saya mendengar INTREPID MINES ada di balik IMN$2C ingatan saya
kembali pada beberapa dokumen yang pernah saya pelajari ketika saya menjabat
sebagai Chairperson di Rainforest Information Centre, sebuah lembaga swadaya
masyarakat Australia, yang menangani permasalahan kerusakan hutan di seluruh
dunia. Kebetulan saya dipercaya memegang kepemimpinan untuk memonitor
hutan-hutan di seluruh Asia Tenggara dan Pasifik. Dan INTREPID adalah salah
satu perusahaan pertambangan kecil yang pernah masuk daftar hitam organisasi
kami. Oleh karena ingatan inilah maka saya menghubungi teman-teman di Australia
untuk membantu saya mencarikan informasi tentang kegiatan perusahaan ini di
Banyuwangi.
Hasilnya sangat mencengangkan. Dalam waktu 24 jam informasi yang saya butuhkan
sudah dikirim lewat email. Bukan itu saja, ternyata informasi di dalam dokumen
yang dikirim ke saya memiliki perbedaan menyolok dalam aspek perhitungan angka
produksi serta metode penambangan yang disusun oleh induk perusahaan IMN di
Australia dibandingkan dengan dokumen teman-teman yang dikeluarkan oleh IMN di
Indonesia dalam bentuk laporan ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup). Dengan
membandingkan dua dokumen tersebut, dengan amat mudah kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa IMN telah sengaja melakukan pemalsuan data dan informasi
tentang metode penambangan. Hal ini menimbulkan kekeliruan persepsi dari banyak
kalangan yang menimbulkan pro dan kontra pada program eksploitasi pertambangan
di Tumpang Pitu. Terutama sekali bagi para Penentu Kebijakan.
PEMALSUAN DATA
Sejarah penjarahan melalui proses penipuan di atas mengingatkan kita pada awal
era penjajahan VOC akan diulang kembali di tanah kelahiran saya.
Dari data yang diberikan teman-teman Forum Masyarakat Peduli Banyuwangi dalam
bentuk ANDAL IMN produksi IMN dalam 14 tahun tertulis seperti berikut:
. akan memproduksi 9.600.000 ton cadangan bijih (ore)
. dengan kadar emas 2,3 gram/ ton
. jumlah logam emas 22,08 ton
. produksi emas per tahun 1,577 ton
. metode penambangan, Tambang bawah tanah (underground mining)
. mobilsasi peralatan berat (ANDAL hal II – 20):
dump truck berkapasitas 25 ton
excavator PC 400 berkapasitas 3m3
genset dengan kapasitas 1.100KV
Data yang diambil dari ANDAL IMN tersebut ternyata jauh berbeda dari data yang
dikeluarkan sebagai kebijakan perusahaan induk IMN di Australia atau yang
dikenal dengan INTREPID MINES. Data yang dari Australia adalah data disusun
oleh perusahaan konsultan yang memiliki akses ke pemetaan satelit canggih yang
bisa menditeksi kandungan mineral di atas maupun di bawah tanah. Mereka adalah
Daniel Kappes seorang insinyur pertambangan yang memiliki lembaga Konsultan
bernama Kappes Cassidy and Association, Phillip Heliman, Seorang Geolog yang
membuka biro konsultan dengan nama Helliman & Schofield, Peter Allen,
Master Pertambangan, dari Australian Mine Design and Development.
Dari informasi yang disusun oleh lembaga-lembaga konsultan untuk kebijakan
INTREPID, ditulis bahwa IMN dalam waktu 8 tahun 10 bulan:
. metode penambangan adalah mutiple open pits
. mobilisasi peralatan berat (hal 91):
caterpillar 777D trucks dengan kapasitas 85 ton
excavator Hitachi Zxis 850H kapasitas 85 ton/4.3m3
Hitachi AH500D kapasitas 45 ton
Hitachi EX1900 excavator berkapasitas 190 ton/12.0m3
. akan melakukan eksploitasi 57.000.000 ton bahan mentah
. dengan kandungan emas lebih dari 500 ton
. kandungan peraknya lebih dari 36.000 ton
. dan kandungan tembaganya lebih dari 3 juta ton
. total hasil produksi dalam jumlah rupiah jika gabungkan, adalah lebih dari
Rp.500 triliun. Dengan catatan bahwa angka-angka ini diambil dari potensi
penambangan terbuka (open pits) di Tumpang Pitu saja. Perlu diketahui bahwa
dasar perhitungan kasar ini disusun dengan asumsi harga emas terendah sebesar
Rp. 400.000/gram, Perak Rp. 12.000/gram, dan tembaga Rp.100/gram. Jika nilai
dollar yang tertulis dalam kebijakan INTREPID sebesar $212 juta itu dihitung
dengan kurs $1 adalah Rp. 8.800,- maka jumlah modal yang akan ditanam untuk
semua kegiatan pertambangan ini hanya sebesar Rp. 1,865 triliun saja. Sementra
dari perhitungan kebijakan INTREPID yang akan melakukan eksploitasi pada
seluruh kawasan yang sekarang dieksplorasi maka mereka bisa mengeruk hasil
sebesar 2 miliar ton cadangan bijih yang bila dikurskan ke dalam rupiah adalah
lebih Rp.15.000 triliun. Dari perhitungan ini, bisa dibayangkan, kita bisa
membayangkan berapa kekayaan rakyat Banyuwangi – bangsa Indonesia dalam NKRI
ini yang akan dieksploitasi oleh anak cucu orang-orang asing melalui
kompradornya. Lalu apa yang kita dapatkan? Komisi perpajakan sebesar 10%? Atau
yang 17%? Atau hanya sekedar mendapat bagian dari Golden Share?
Atau bencana yang akan kita dulang dari openpid mining dan penggunaan sianida
yang akan membunuh setiap mahluk yang bersentuhan dengannya?
Bukan rahasia, IMN telah melakukan “EKSPLORASI” sejak 2006. Eksplorasi yang
didukung oleh data satelit. Bagi kami, para akademiwan, hal itu sepertinya kata
eksplorasi menj`di tidak masuk akal. Bagi kami, dengan adanya gambar-gambar
satelit yang menunjukkan lokasi emas di lapisan atas dan bawah, penambang tidak
lagi perlu bertahun-tahun melakukan eksplorasi. Mereka bisa langsung melakukan
eksploitasi tanpa harus bertele-tele menggunakan kata eksplorasi. Maka kami
menduga bahwa jika sejak awal Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk menjadi
pengawas lapangan dalam proses eksplorasi ini, saya yakin bahwa kebenaran yang
terungkap akan sangat mencengangkan. Salah satu contoh tentang pernyataan IMN
yang ditulis dalam ANDAL hal II – 20 yang menyatakan bahwa selama IMN
mengadakan eksplorasi yang tidak jelas itu ternyta “peralatan pengolahan dan
genset sudah terpasang” di lokasi. Bagaimana mungkin peralatan pengolahan ikut
dioperasikan dalam “EKSPLORASI” ?
Bahkan bukannya rahasia bila IMN telah melakukan eksplorasinya diluar batas
kesepakatan. Misalnya dengan ditemukan alat-alat pengeboran di daerah Gunung
Salak. Apakah ijin pengeboran sudah diberikan?
Dari perhitungan ekonomi selama hampir lima tahun eksplorasi yang ditunjang oleh
gambar satelit tersebut, berapa dana yang sudah dikeluarkan oleh IMN dalam
pengoperasiannya. Kita hitung saja berapa ongkos untuk menerbangkan helikopter
setiap hari selama 5 tahun tanpa ada pemasukan dari eksplorasi tersebut.
Sesuatu yang tidak masuk akal. Belum lagi pembagian “PERMEN” yang mereka
lakukan terhadap para komprador yang tidak segan-segan menjual kesejahteraan
bangsanya untuk kepentingan sesaat, pribadi maupun kelompoknya. Oleh banyak
orang yang kebagian permen tadi dari aspek eksplorasi IMN kelihatan seperti
malaikat yang baik hati. Tapi benarkah seperti itu?
Dalam logika ekonomi, keuntungan merupakan paradigma “economic imperative
demand”. Jadi bukannya tidak mungkin data satelit akan memudahkan sebuah
eksploitasi. Hal ini bisa dibuktikan dari bagaimana satelit mata-mata Australia
dalam menditeksi kandungan minyak di selat Timor yang kita semua tahu pada
akhirnya Indonesia yang pernah ikut menandatangani perjanjian eksploitasi
terbukti tidak mendapatkan apa-apa. Sejarah ini ternyata hampir memiliki
kemiripan dengan apa yang terjadi di bumi Banyuwangi. INTREPID MINES, melalui
IMN ternyata dengan diam-diam telah mengantongi Izin Usaha Penambangan (IUP)
untuk melakukan eksplorasi terhadap 6.623,45 hektar dan pengeksploiasian
(Production Operation) terhadap 4.998 hektar. Dan kawasan ini akan terus
diperlebar. Keputusan Bupati*Banyuwangi No: 185/05/KP/429.012/2007 tersebut
dikantongi oleh IMN pada tanggal 25 Januari 2010 atas kuasa mantan Bupati
Banyuwangi Ratna Ani Lestari, SE., MM. Dengan mengantongi IUP inilah sejarah
eksplorasi yang memakan waktu hampir 5 tahun itu dilakukan oleh IMN, kendati
mereka juga memiliki data satelit INTREPID yang begitu canggih untuk menditeksi
keberadaan semua jenis meniral yang mereka incar.
SEJARAH PENGHISAPAN LEWAT PENIPUAN HARUS DIHENTIKAN
Sejarah penjarahan terhadap kekayaan bangsa Indonesia harus dihentikan. Dan ini
harus dimulai sekarang. Kalau beberapa saat yang lalu Bupati Sumbawa Barat
membuat sejarah baru dalam hal presentase hasil produksi perusahaan asing di
bumi Sumbawa Barat, dari hanya sekedar 2% menjadi 10%, maka sudah saatnya
Bupati dan para Wakil Rakyat di DPRD Banyuwangi yang didukung mutlak oleh
konstituensinya memberikan contoh kepada seluruh bangsa Indonesia dalam
menyejahterakan rakyatnya. Rakyat Banyuwangi harus bisa berdiri sama tinggi
dengan Modal. Ini artinya, rakyat Banyuwangi harus bisa menjadi partner dari
modal dengan hak yang sama dengan pemilik modal. Dengan kata lain, rakyat
Banyuwangi berhak atas 50% dari seluruh hasil produksi perusahaan. Ini yang
seperti dikatakan oleh Ir. Soekarno founding father kemerdekaan republik ini
pada tahun 1959, bahwa bangsa Indonesia harus bisa menjadi “partner modal”.
Karena jika kita tidak bisa menjadi partner modal kit` akan mdnjadi “budak dari
modal”.
Sekarang mari kita hitung, berapa triliun rupiah yang kita dapatkan jika kita
berdiri menjadi partner modal. Dengan 50% dari seluruh hasil produksi IMN
seperti yang telah disinggung di atas, maka rakyat Banyuwangi dengan
kerjasamanya dibawah Pemda, Perhutani dan DPRD, akan mengantongi Rp.250 triliun
dari hasil pertambangan emasnya saja. Belum lagi jika pendapatan tersebut
merupakan gabungan dari seluruh hasil mineral yang ada, kita bisa mengantongi
Rp.7.500 triliun. Dengan uang sebanyak itu jika dikelola dengan aturan main
yang diatur oleh undang-undang yang menyejahterakan rakyat, tidak akan ada
orang miskin di Banyuwangi. Pemda Banyuwangi akan mampu menyekolahkan
anak-anaknya dari tingkat TK sampai S3 dengan beaya gratis. Pemda akan mampu
memberikan pelayanan kesehatan gratis pada seluruh penduduknya. Pemda
Banyuwangi bisa berbuat banyak dengan pendapatan sebesar itu. Sehingga saya
meyakini, tanah kelahiran ini akan mampu menghapuskan penghisapan manusia atas
manusia. Banyuwangi tidak perlu harus mengirimkan rakyatnya untuk menjadi TKI
atau TKW yang kita tahu pada akhirnya, kita tahu, itu hanya akan merendahkan
derajat bangsa di mata komunitas dunia.
ALTERNATIF LAIN
Diatas, adalah perhitungan berdasarkan pada asumsi jika kita mau bekerja sama
dengan modal asing dalam kesetaraan, dan modal asing mau menerima kita sebagai
partner. Tetapi jika mereka menolak kita sebagai partner dengan pemahaman
kesetaraan dalam segala hal, maka solusi yang harus ditempuh oleh Pemda dan
seluruh Wakil rakyat Banyuwangi harus melakukan moratorium eksplorasi bahkan
kalau perlu menghentikan semua kegiatan eksploitasi IMN. Kemudian Pemda harus
mengambil alih semua kegiatan melalui koperasi melalui kerjasama dengan
Perhutani dengan membdrikan kesempatan pada rakyat untuk menjadi penambang
tradisional yang dikontrol oleh Perda yang akan dijalankan oleh Pansus Koperasi
yang telah dibentuk dalam kesepakatan bersama. Disini tenaga ahli lokal akan
diuji kemampuannya dalam mengolah sumber daya alam mereka sendiri untuk
kesejahteraan seluruh warga Banyuwangi, dan bahkan untuk seluruh rakyat
Indonesia.
Jika hal ini dijalankan, maka Pemda Banyuwangi akan menjadi pioneer dalam
menegakkan UUD Pasal 33 dan menjadi ujung tombak perubahan sistem pertambangan
di Indonesia yang selama ini hanya puas menerima 2% dari perusahaan-perusahaan
asing. Saat ini di Indonesia ada 69 pertambangan emas. Dan dari 69 tambang emas
tadi, Tumpang Pitu akan menjadi peringkat 10 besar. Dari perhitungan yang kami
lakukan, dari peringkat 1 ke peringkat 10 tambang emas tadi Indonesia bisa
menghasilkan Rp. 21.940 triliun. (Dalam hal ini perhitungan dibuat atas dasar
produksi emasnya saja tanpa menyertakan hasil produksi perak dan tembaganya).
Ini merupakan bukti bahwa negara Indonesia bukan negara miskin. Tetapi, faktanya,
dari Rp. 21.940 triliun tersebut berapa jumlah uang yang sudah dan akan masuk
ke dalam kas negara yang bisa dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyatnya?
Pertanyaan ini harusnya menjadi renungan para pihak penentu kebijakan yang
masih memiliki nurani sehat.
Oleh sebab itulah, dalam hal Tumpang Pitu saya menganjurkan agar Pemda harus
mengambil kebijakan yang tepat dan berani untuk menyelesaikan masalah
pertambangan di Tumpang Pitu. Dari penelitian saya beberapa hari ini di daerah
pesanggaran sampai ke kecamatan B`ngorejo, saya menyaksikan betapa dampak
ekonomi telah menghantam kehidupan rakyat banyak di sekitar kawasan
pertambangan yang ditutup oleh aparat negara saat ini. Dan dampak ini akan
rebah seperti susunan domino di Kabupaten Banyuwangi. Mulai dari pedagang pasar
sampai warung kopi, mengeluhkan sepinya pembeli karena sirkulasi uang yang
biasanya berjalan lancar menjadi tersendat karena pertambangan tradisinnil
telah ditiadakan. Dalam konteks sosiologi jika hal ini tidak diatasi dalam
waktu dekat, maka kemiskinan baru akan diciptakan oleh fenomena ini. Dan kita
tahu dalam konteks pemahaman sosiologi apa itu artinya bagi kehidupan rakyat
sebagai konstituen dan kehidupan politikus yang didukung oleh mereka.
Saya percaya tidak gampang memang dalam menyelesaikan permasalahan IMN karena
meskipun ada Undang-Undang No.22 tentang Otonomi Daerah telah diberikan, kita
dihadapakan pada Undang-Undang No.34. Tetapi saya yakin bahwa ketika semua
wakil rakyat Banyuwangi mau dengan segala kerendahan hati mensosialisasikan
permasalahan sebenarnya tentang PENIPUAN DATA dan skema licik untuk melakukan
penghisapan di tanah Kabupaten Banyuwangi ini kepada rakyat Banyuwangi, maka
tidaklah sulit bagi para Wakil Rakyat mendapat dukungan politik dari mereka
melalui referendum. Karena tidak satupun manusia di muka bumi ini merasa
bahagia untuk hidup terus dalam penghisapan dan penindasan terhadap, harkat
kemanusiaan mereka. Dengan bangkitnya kesadaran melalui dialog massal antara
para Wakil Rakyat dan konstituennya akan melahirkan sebuah kekuatan politik
yang luar biasa.
JALAN KELUAR
Permasalahan di Tumpang Pitu memerlukan penyelesaian yang bijaksana dengan
mengambil keputusan yang berani sebagai jalan keluarnya. Kebijakan Para wakil
rakyat harus dibangun atas dasar kesadaran nurani yang tinggi. Kesadaran hati
dan pikiran yang sehat dalam melihat masa depan dengan melibatkan kesejahteraan
anak cucu kita. Namun penyelesaian Tumpang Pitu tidak semudah kita membalikkan
telapak tangan. Seperti di atas telah saya singgung, INTREPID melalui IMN
dengan economic imperative demand-nya tidak akan begitu saja menyerah. Mereka
akan memanfaatkan perundang-undangan negara seperti IUP dan lain-lainnya untuk
mempertahankan apa yang telah mereka dapat. Karena kita dihadapkan oleh
Peraturan Pemerintah, maka penyelesaian masalah Tumpang Pitu harus di ambil
dari dua aspek yang saling berkaitan. Yaitu dengan menggunakan pendekatan
politik dan pendekatan ekonomi.
Pertama jika mengacu pada pendekatan politik, Pemda, Perhutani dan Forum
Masyarakat Perduli Banyuwangi, harus membentuk tim khusus dalam wadah Pansus
Tumpang Pitu. Kemudian Pemda dan seluruh Wakil Rakyat di DPRD harus sepakat
untuk memutuskan kebijakan moratorium untuk semua kegiatan eksplorasi IMN di
Tumpang Pitu. Dengan langkah ini Pemerintah Daerah, melalui Pansus Tumpang Pitu
yang melibatkan para pakarnya bisa melakukan penelitian serta penyelidikan
tentang seluruh kegiatan IMN selama 5 tahun belakangan ini. Apakah selama itu
IMN sudah melakukan kuwajibannya seperti kesepakatan yang mereka buat dengan
PEMDA? Apakah selama itu tidak pernah terjadi pelanggaran? Dan banyak lagi
penelitian yang pada hakekatnya. Pada waktu yang sama, deng`n adanya moratorium
ini, para Wakil Rakyat bisa menciptakan ruang dan waktu untuk menggalang
kekuatan politik di tengah konstituen mereka dengan mensosialisasikan
fakta-fakta kegiatan pertambangan agar kesadaran rakyat mampu mendukung setiap
keputusan politiknya. Hal ini sangat diperlukan apabila langkah politik dalam
bentuk referendum nantinya menjadi opsi terakhir.
Kedua, memperkuat jaringan kerjasama antara Pemda, Perhutani dan Forum
Masyarakat Peduli Banyuwangi sebagai pengelola syah pertambangan dengan
memanfaatkan pertambangan rakyat untuk mengakumulasi modal yang diperlukan
untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Perlu diketahui, dari
penelitian kami dari wawancara dengan 2 (dua) nara sumber yang menjadi
fasilitator para penambang emas di Tumpang Pitu yang beroperasi di Lampon dan
Pancer, pertambangan rakyat bisa menghasilkan Rp.5 triliun dalam 2 tahun
belakangan inh. Jadi ak`n lebih realistis bagi Pemda Banyuwangi untuk
memanfaatkan tambang rakyat dalam kontrol pemerintah untuk mengakumulasi modal
yang diperlukan dalm mengembangkan BUMD. Langkah ini harus diambil sebagai
perhitungan dalam mengambil sebuah kebijakan agar rakyat Banyuwangi tidak hanya
berdiri sebagai penerima komisi atau puas dengan hanya menerima Golden Share,
tetapi juga bisa sebagai pelaku kebijakan dalam menentukan masa depannya.
Ketiga, pada saat yang sama melakukan pengendalian ketat terhadap kegiatan
pertambangan rakyat dengan sistem perpajakan yang dikontrol oleh Pansus Tumpang
Pitu melalui badan koperasi yang diawasi oleh tenaga-tenaga ahli yang punya
panggilan pada komitmen berdasarkan pada kesadaran nurani kemanusiaan dan
keadilan. Pansus Tumpang Pitu harus bertanggung jawab terhadap Pemda Banyuwangi
dan Departemen Kehutanan dengan kuwajiban memberikan laporan tertulis setiap
bulan mengenai setiap penerimaan bulanan serta pengeluarannya. Dalam hal ini
peran Legislatif sangat penting untuk mengeluarkan Perda khusus untuk ini.
Namun Perda tersebut seyogyanya dibuat melalui musyawarah yang melibatkan
seluruh perwakilan rakyat Banyuwangi, termasuk lembaga-lembaga yang dari awal
memang perduli terhadap permasalahan pertambangan ini dan terpanggil oleh hati
nuraninya dalam menegakkan kesejahteraan serta keadilan untuk semua.
Jika ketiga hal tersebut di atas dijalankan, maka dalam hal ini Pemda
Banyuwangi akan dikenang sebagai ujung tombak percontohan politik demokratis yang
akan memiliki dampak luar biasa di Indonesia dan bahkan di dunia internasional.
Pemda Banyuwangi akan dikenang sepanjang sejarah perpolitikan dunia sebagai
Vanguard penegakkan demokratik kerakyatan sejati. Namun itu semua hanya bisa
terjadi jika para Wakil Rakyat Banyuwangi memiliki satu komitmen yang berdasar
pada UUD Pasal 33 dan melaksanakan komitmen tersebut dalam langkah-langkah
konkrit. Penanggung jawab: PT PRIA PERKASA,
Alamat Kantor: Jalan raya kemantren 82-
Terusan- Gedeg- Mojokerto- Jatim, Hotline. 082141523999. www.jejakkasus.info dan jejakkasus.com