Thursday, November 6, 2014

Vonis Di PN Jombang Hanya Berlaku Di Atas Kertas, Baca Aksi Jejak Kasus Dalam Mengungkap Kasus Pengadilan

A
nda ingin bisnis menguntungkan? Berbisnislah “Air Api” di sini, di Kota Santri Jombang, Jatim saja. Karena cukup “aman”, nyaman, hasilnyapun sangat menggiurkan. Meskipun anda sudah pernah ditangkap dan di adili bahkan dinyatakan bersalah divonis sebagai terdakwa, anda masih bisa “leluasa” berjualan kembali. Karena vonis Pengadilan Negeri (PN) Jombang, berlaku hanya diatas kertas saja. Dengan “dil-dil” tertentu, anda bisa menjalaninya di luar penjara, sambil tetap jualan “air-api” alias Miras (Minuman Keras) oplosan. Kok bisa demikian? Jombang kan kota santri? Kota religius? Inilah sisi lain keunikan kota Jombang.       Yang telah melahirkan sederet tokoh Nasional, ternyata tak ada kegamangan untuk “bermain api” dalam bisnis “Air Api”. Karena sifat “aji mumpung” oknum aparat penegak hukum di Jombang, selalu saja berusaha menyelinapkan niat jahatnya demi rupiah, berdalih “demi hukum dan tegaknya keadilan”, tok tetap saja hukum bisa “dimainkan”. Berikut ini Albert Matius tim Jejak Kasus Radar Bangsa dibantu Rizki Siswanto, menuangkan hasil penelusurannya.  
JOMBANG, Jejak Kasus RB. Pada penghujung bulan Oktober 2014 lalu, seorang gembong penjual “Air Api” di kota santri Jombang, Jatim, digerebeg lagi polisi jajaran Mapolres Jombang. Tak tanggung-tanggung, satu tempat penjualan Miras oplosan yang digerebeg polisi, dalam sehari dilakukan penggerebegkan hingga tiga kali, dalam satu tempat saja. Anggota Mapolsek Kota dan Mapolres Jombang, dalam tiga kali aksinya ini, berhasil menangkap pelaku penjual “air api” oplosan dalam jumlah besar. Puluhan bahkan ratusan botol “air api”, dan galon dalam satu rumah.
Runyamnya lagi, seorang yang ditangkap pertama bernama Adi Prayitno (49 tahun), Kelurahan Pulo, Kec. Jombang kota ini,  adalah pemain lama, bahkan terpidana kasus sejenis yang telah divonis bersalah telah melakukan tindak pidana ringan dan  harus menjalani pidana kurungan 1 (satu) bulan, di Pengadilan Negeri (PN) Jombang, pada ( 21 Januari 2014) awal tahun ini.
Adi Prayitno alias Paidi ini, saat itu (21 Januari 2014), divonis bersalah oleh Hakim Arief Winarso SH, dibantu oleh panitera pengganti Muzayin Rosyid (sekarang sudah almarhum) bersama dua orang penjual Miras oplosan bernama Saifudin Zuhri, Kelurahan Sambongdukuh dan Widodo, Kelurahan Candimulyo, Kec. Kota Jombang. Ketiganya dinyatakan bersalah dengan vonis sama.
Fatalnya, atas vonis hakim ketiganya yang telah dinyatakan bersalah berdasar pasal 7 ayat 1, Perda Kab. Jombang, nomor 16 tahun 2009, ketiganya secara sah telah berkali-kali menjual Miras tanpa ijin pejabat berwenang ini oleh aparat hukum, “dibebaskan”. Dalihnya, ketiga terdakwa sedang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jatim.
Terkait kasus tersebut, Suyono SH, panitera pidana PN Jombang, kepada Albert Matius tim Jejak Kasus Radar Bangsa, memaparkan, putusan Tipiring (Tindak Pidana Ringan), ada dua jenis. Hukuman badan atau denda. Jika hukuman badan, terdakwa pasti dibui, jika denda ya harus dibayar. Khusus hukuman badan, memang bisa banding.”Karena pak Muzayin sebulan lalu meninggal, silahkan ke bu Emi saja mas. Beliau panitera pidananya, biar lebih jelas,”tandas Suyono.
Diruangan berbeda,  Emi SH, Kepala Panitera Pidana PN Jombang, kepada tim Jejak kasus, mengaku masih baru menduduki jabatan sebagai panitera pidana.”Sebentar pak, tak panggilkan pak Agik,”tandasnya. Kepada Radar Bangsa, Agik SH staf panitera pidana PN Jombang, yang terkesan agak gugup ini menandaskan, jika ketiga terdakwa menggunakan haknya naik banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jatim, atas vonis hakim kala itu.
Katanya, banding diajukan per tanggal 23 Januari 2014. Meski demikian, sambil mencari cari berkas, ia menambahkan jika  salah-satu dari ketiganya yang melakukan banding bersama-sama tersebut, salah satu diantaranya bernama Widodo, bandingnya sudah turun sejak 25 Maret 2014. Tetapi, hingga saat itu (23 Oktober 2014) Saifudin dan Adi alias Paidi, bandingnya belum juga turun. Terkait banding yang sudah turun, tetapi hanya tersimpan di laci panitera pidana hingga 8 bulan, tak segera dilakukan penahanan, Agik berjanji sesegera mungkin mengirim surat ke pihak terkait, untuk segera melakukan penahanan.
Adakah “main-mata” antara oknum dan pihak terdakwa atas kasus ini? Vonis tidak dijalankan berdalih menunggu turunnya banding, sedang salah-satu diantaranya banding sudah turun, kok ya kesan “pembiaran” tampak jelas. Terdakwa masih “leluasa” melakukan penjualan Miras oplosan di kota santri, yang jelas-jelas dilarang? Hanya oknum tertentu yang bergelut di hukum remang-remanglah yang paling tau jawabnya.
Yang jelas, penjualan minuman perusak moral generasi muda ini, masih “leluasa”mengembangkan bisnisnya di kota santri ini. Secara kasat mata, tak ada pembiaran memang. Buktinya, gembong Miras oplosan yang “sengaja” dilepas meskipun sudah divonis 1 bulan kurungan ini, toh oleh polisi tetap diawasi. Ditangkap, diproses hukum kembali. Sayang, penangkapan yang sehari dilakukan tiga kali dalam satu tempat inipun, bau tak sedap “kong-kalikong”, “Sim-salabim”, “akal-akalan”, tetap saja tercium.
Betapa tidak, penangkapan (27 Oktober) pertama, polisi berhasil menangkap Adi alias Paidi di rumahnya, dengan sejumlah Barang-bukti (BB) “air api”, segera diamankan. Selang kemudian, diubeg lagi lokasi sama, polisi dapat BB Miras lagi. Kini barang dagangan di rumah Paidi hasil sitaan penggerebegkan kedua, “diakui” milik mertua Paidi. Selang kemudian, setelah BB dan mertua Paidi diamankan, diubeg lagi, polisi dapat BB lagi “diakui” istri Paidi sebagai pemiliknya.
Percaya nggak percaya, “kesaktian” Paidi telah mampu menghipnotis oknum aparat hukum. Paidi telah mampu “memilah” dan “memilih” (baca “mendekte”) oknum aparat agar hukumannya dapat seringan mungkin. Mertuanya, istrinya “mampu” diajak berbagi. Toh ini kasus Tipiring. Tak akan diperhatikan publik. Kok begitu? Faktanya memang demikian. “Kesaktian” Paidi telah mampu “memberangus” ancaman hukum berlapis.
Sebuah sumber menyebut, vonis penangkapan terdakwa Tipiring yang telah divonis 1 bulan belum dijalani dan kini disidang cepat dalam kasus sejenis, hanya divonis denda. Jika hakimnya tegas, langsung saja saat itu minta ditahan, sebagai efek jera. Dasarnya jelas kok!,” Inilah kenyataannya, bisa apa kita.”ujar sumber di Kantor Kejaksaan Negeri (Kajari) Jombang.
Padahal, masih lanjut sumber di Kajari, mana-kala ada orang tersangkut Tipiring sekalipun, pada masa tertentu melakukan tindakan sejenis, vonis dijatuhkan sekurang-kurangnya tiga kali lipat, atas perbuatannya. Ini dihitung berdasar vonis awal. Terlebih ini masih menunggu banding, sudah terbukti berulah lagi. Langsung masuk harusnya. Repotnya, ada memang oknum aparat hukum yang “sengaja” bermain pada kasus dimaksud.. Karena, pada umumnya, kasus Tipiring, cenderung “lolos” dari perhatian publik, sehingga berpotensi “dimainkan”, sekalipun sidang dibuka untuk umum. Jika benar adanya demikian, kemana masyarakat mempersoalkan? “Ya ke Ketua PN setempat. Cuma, ada kesungguhan nggak memberantas “air api” ini.”tandas sumber di Kajari Jombang.(am/rs)

0 comments: